Laporan Wartawan Tribunnews.com, Theresia Felisiani
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan penggeledahan di rumah Atase Keimigrasian kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) di Kuala Lumpur, Malaysia, Dwi Widodo (DW).
Penggeledahan ini menyusul atas ditetapkannya Dwi Widodo sebagai tersangka yang diduga menerima suap miliaran rupiah terkait penerbitan paspor Indonesia dengan metode reachout tahun 2016 dan visa dengan metode calling visa tahun 2013 hingga 2016 untuk WNI di Malaysia.
"Penggeledahan sudah dilakukan di rumah DW di Depok, Jawa Barat pada Senin (6/2/2017)," ucap Juru Bicara KPK, Febri Diansyah, Selasa (7/2/2017) di Gedung Merah Putih, KPK, Kuningan, Jakarta Selatan.
Febri melanjutkan dari hasil penggeledahan, penyidik menemukan beragam bukti diantaranya sejumlah dokumen terkait kasus tersebut.
"Untuk kepentingan pengembangan, rumah tersangka DW sudah digeledah dan kami menyita sejumlah dokumen," beber Febri.
Febri menambahkan kasus ini merupakan kasus kedua terkait Pungli dokumen Imigrasi. Sebelumnya KPK pernah memproses korupsi pengelolaan dana PNBP terkait Pungli tarif jasa pengurusan dokumen imigrasi di KBRI Kuala Lumpur, Malaysia periode 1999-2003 dan 2003-2005.
Saat itu, ada empat orang yang diproses yakni Hadi A Waywabi Al Hadar selaku Dubes RI untuk Malaysia di Kuala Lumpur, Suparna W Amaiarsa selaku Kabid Imigrasi KBRI Kuala Lumpur.
Rusdihardjo selaku Dubes RI untuk Malaysia di Kuala Lumpur dan Arihken Tarigan selaku Kabid Imigrasi KBRI Kuala Lumpur.
Untuk diketahui, Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan status tersangka pada Atase Keimigrasian kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) di Kuala Lumpur, Malaysia, Dwi Widodo (DW)
Dwi diduga menerima suap miliaran rupiah terkait penerbitan paspor Indonesia dengan metode reachout tahun 2016 dan visa dengan metode calling visa tahun 2013 hingga 2016 untuk WNI di Malaysia.
Berdasarkan perhitungan sementara, diduga Dwi menerima suap Rp 1 miliar dari perusahaan yang bertugas sebagai agen pengurusan paspor WNI di Malaysia yang hilang ataupun rusak.
Selanjutnya perusahaan tersebut memungut biaya yang melebihi tarif resmi. Terlebih lagi perusahaan itu bukan dalam kapasitas sebagai mitra KBRI dalam persoalan paspor dan visa.
Atas perbuatannya, Dwi Widodo yang adalah PPNS dijerat Pasal 12 huruf a atau huruf b atau Pasal 11 UU Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah UU Nomor 20 tahun 2001.