TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Mantan Ketua KPK Antasari Azhar menyeret nama Presiden ke-6 RI Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dan Hary Tanoesudibjo. Kader Partai Demokrat di DPR Beny K Harman langsung angkat bicara seraya meminta Antasari menggunakan akal sehat.
Benny mengatakan kasus Antasari itu adalah tindak pidana berat dengan ancaman hukuman mati.Kasus Antasari, kata Wakil Ketua Komisi III DPR itu, sudah ditangani polisi. Kemudian, dibawa ke Kejaksaan. Benny menuturkan penanganan kejaksaaan dikoreksi oleh hakim melalui sidang terbuka di pengadilan negeri. Putusan PN lalu dikoreksi oleh Pengadilan Tinggi.
Putusan hakim Pengadilan tinggi dikoreksi oleh hakim Mahkamah Agung melalui kasasi.
Putusan kasasi dikoreksi lagi oleh Peninjauan Kembali (PK). "Putusan PK dikoreksi PK diatasnya. Ya kan. Coba akal sehat enggak.Jadi, saya minta Antasari Azhar itu pakai akal sehat," kata Wakil Ketua Fraksi Demokrat ini menegaskan.
Kemarin, Antasari buka suara mengenai kasus yang menjeratnya. Dia mengungkapkan adanya keterlibatan SBY dan Hary Tanoesoedibjo untuk mengkriminalisasi dirinya. Antasari meminta SBY jujur dan terbuka kepada publik mengenai rekayasa kasus pembunuhan Nasrudin.
"Saya minta Pak SBY jujur, terbukalah pada publik, terbukalah pada kita semua, saya sudah mengalami penjara delapan tahun," ujar Antasari.
Antasari menyebut SBY merupakan inisiator dari kasus yang menjeratnya. Antasari mengatakan, SBY menginstruksikan Hary Tanoesoedibjo untuk menyambangi rumahnya.Kejadian itu, terjadi pada Maret 2009. Dua bulan sebelum terjadinya pembunuhan Nasrudin. Hary Tanoesoedibjo datang malam-malam ke rumah Antasari.
"Orang itu adalah Hary Tanoesoedibjo. Beliau diutus oleh Cikeas, waktu itu siapa di Cikeas? Nah itu. (Hary Tanoe) datang ke rumah saya minta, 'Jangan menahan Aulia Pohan karena saya bawa misi Pak. Saya diperintah dari sana untuk menemui Bapak'," ujar Antasari mengutip pembicaraannya dengan Hary Tanoesoedibjo.
Tapi, Antasari menolak permintaan Hary Tanoe. Dia yang saat itu, menjabat sebagai Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi, mengatakan sudah ada Standar Operasional Prosedur di KPK.
Menteri Koordinator bidang politik, Hukum dan Keamanan Wiranto enggan menanggapi laporan baru Antasari Azhar kepada Bareskrim Polri demi mengungkap dugaan SMS Palsu.
Menurut Wiranto, dirinya tidak ingin berkomentar agar tidak memperkeruh suasana, apalagi jelang pemungutan suara.
"Saya tidak menanggapi isu, tidak menanggapi pernyataan-pernyataan di luar konteks tugas Polhukam," ujar Wiranto.
"Saya kira itu biar saya antara personel yang bersangkutan, jangan kita tanggapi secara berlebihan, nanti membuat Pilkada ini terganggu dengan pernyataan-pernyataan seperti itu," tutur Wiranto.
Wiranto mengatakan bahwa hal itu menjadi urusan sepenuhnya Bareskrim Polri selaku penegak hukum apakah akan memproses laporan itu atau tidak. "Itu nanti berpulang kepada penegak hukum apakah memang memenuhi syarat untuk kemudian dilakukan langkah-langkah hukum," ujar Wiranto. (tribunnews/andri malau/rekso/amriyono/ferdinand)