"Bayangan saya, ada sejumlah informasi yang diterima Istana Raja bahwa Bali memiliki daya tarik. Tidak sedikit warga Saudi dan warga negara-negara Timur Tengah lainnya yang berbulan madu di Bali."
"Bali justru terkenal karena banyak yang ke sana untuk berbulan madu. Bisa jadi karena itu," kata Fachir.
Isu Utama
Rencana kedatangan Raja Saudi yakni Pangeran Salman selain memenuhi undangan Jokowi juga berkaitan dengan isu‑isu yang masih mengganjal dalam investasi Arab Saudi di Indonesia.
Anggota DPR RI Komisi VI Inas N Zubir menjelaskan program Pemerintahan Jokowi di sektor pengilangan minyak, menarik minat Arab Saudi untuk berinvestasi.
Apalagi, kata Inas, industri kilang selama 10 tahun terakhir ini terabaikan.
"Dalam program pembangunan kilang, Jokowi telah menginstruksikan Pertamina untuk segera merevitalisasi dan membangun kilang baru," ujar Inas.
Inas memaparkan Pertamina menerjemahkannya dalam road map Grass Root Refinery (GRR) dan Refinery Development Master Plan (RDMP). Lalu Saudi Aramco dan NOC (perusahaan minyak negara Arab Saudi) telah dilengserkan posisinya sebagai invenstor di GRR Tuban oleh Rosneft.
Inas mengatakan Saudi Aramco juga menjadi investor di RDMP Cilacap, dimana JV Agreement‑nya sudah ditandatangani pada November 2016.
Tetapi, kata Inas, hal itu menuai protes dari Federasi Serikat Pekerja Pertamina Bersatu (FSPPB).
"Dalam JV Agreement tersebut tampak benar bahwa Saudi Aramco memperoleh keuntungan yang lebih besar ketimbang Pertamina," ungkap Inas.
Dalam RDMP Cilacap tersebut, Saudi Aramco akan membenamkan investasinya sebesar 5 miliar dolar AS untuk meningkatkan kapasitas kilang Cilacap dari 350 MBCD menjadi 400 MBCD.
Kemudian, Inas mengungkapkan, komposisi kepemilikan kilang Cilacap berubah menjadi 55 persen Pertamina dan 45 persen Saudi Aramco.
"Isu tentang GRR Tuban dan RDMP Cilacap tersebut diperkirakan akan menjadi topik utama pembicaraan Pangeran Salman dengan Jokowi," kata Inas. (fer/nic/wly/TribunBali)