Saat itu, masyarakat sipil menilai bahwa pengangkatan tersebut melanggar ketentuan yang terdapat pada pasal 9 dan pasal 25 Undang-Undang Dasar 1945 serta Pasal 19 Undang-undang No 24 tahun 2003 sebagaimana diubah dengan Undang-undang No 8 tahun 2011 tentang Mahkamah Konstitusi, karena tidak transparan dan partisipatif.
Patrialis diberhentikan secara tidak terhormat setelah terjaring operasi tangkap tangan oleh KPK atas dugaan tindak pidana korupsi terkait penanganan perkara di MK.
"Pengangkatan Patrialis Akbar oleh Presiden SBY adalah preseden paling buruk dari segi proses dan hasil," kata dia.
Selain itu, Julius juga meminta Pansel Hakim Konstitusi jeli dan rinci dalam menelisik rekam jejak Calon Hakim Konstitusi yang mendaftar.
Menurut dia, Pansel harus menerapkan dengan indikator absolut bahwa calon hakim konstitusi harus bersih dari rekam jejak afiliasi politik dan bukan seorang politisi aktif maupun pasif dari partai politik.
Dia menganggap adanya relasi dengan kepentingan politik akan membahayakan dari segi integritas dan independensi Hakim Konstitusi nantinya.
Dengan demikian, lanjut Julius, Pansel Hakim Konstitusi harus mengakomodasi masukan dari masyarakat sipil yang memberikan informasi sesuai dengan data dan fakta yang bisa dipertanggungjawabkan.
"Jangan-jangan justru akan menjadi mafia sengketa pilkada. Preseden buruk mantan Hakim Konstitusi, Akil Mochtar, yang terjerat kasus tindak pidana korupsi terkait sengketa Pilkada, harus betul-betul dijadikan pelajaran oleh Pansel Hakim Konstitusi kali ini," ujar Julius. (ter/nic/kps/wly)