TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri Brigjen Pol Rikwanto mengatakan, jenazah Yayat Cahdiyat, yang diduga sebagai pelaku teror bom di Bandung, belum dikunjungi keluarganya.
Jumat (3/3/2017) kemarin, jenazahnya diautopsi di Rumah Sakit Polri, Kramat Jati, Jakarta.
"Jenazah Yayat masih di RS Kramat Jati, masih autopsi. Dan dari keluarga belum datang," ujar Rikwanto.
Rikwanto mengatakan, pihak rumah sakit perlu kehadiran keluarga Yayat untuk mengambil sampel DNA demi kepentingan identifikasi.
"Kami imbau keluarga bisa datang buat identifikasi biar jenazah bisa dibawa pulang," kata Rikwanto.
Sebelumnya, Jenazah Yayat dibawa ke RS Polri setelah dinyatakan meninggal dalam perjalanan ke RS Bhayangkara Sartika Asih Bandung.
Jenazah dibawa dengan mobil ambulans yang dikawal sejumlah kendaraan milik kepolisian. Yayat disebut sebagai orang yang meledakkan bom rakitan di Taman Pendawa, depan Kantor Kelurahan Arjuna, Kecamatan Cicendo, Kota Bandung, Senin (27/2/2017) lalu.
Setelah bom meledak, Yayat melarikan diri ke Kantor Kelurahan Arjuna. Di sana, terjadi baku tembak antara dia dengan Densus 88.
Yayat sempat menantang Densus 88 untuk membebaskan rekan-rekannya yang ditahan dalam kasus terorisme.
Petugas Brimob Polda Jawa Barat kemudian melumpuhkan Yayat dengan sejumlah tembakan, setelah negosiasi gagal. Ia kemudian tewas dalam perjalanan ke rumah sakit.
Kadiv Humas Polri, Irjen Pol Boy Rafli Amar sebelumnya memastikan Yayat Cahdiyat alias Dani alias Abu Salam, pernah terlibat kasus perampokan mobil di sebuah stasiun pengisian bahan bakar umum (SPBU) wilayah Cikampek, Jabar, Maret 2010.
Boy menjelaskan, hasil perampokan digunakan untuk membeli senjata api dan peluru yang dipakai pelatihan militer di Pegunungan Jalin Jantho, Aceh Besar.
Yayat menjadi anggota kelompok Jamaah Ansharut Daulah (JAD) Bandung pimpinan Ujang Kusnanang alias Rian alias Ujang Pincang.
"Beberapa pelanggaran hukum terkait Yatat Cahdiyat alias Abu Salam ini adalah aktivitas yang dikenal sebagai fa'i (perampokan) di kawasan Cikampek pada 2010. Fa'i merupakan aktivitas perampokan, pencurian, untuk mendapat sejumlah uang yang menurut mereka halal apabila digunakan untuk perjuangan," ujarnya.
Boy mengatakan, Yayat bersama Agus Marshal dan Enjang Sumantri melakukan perampokan mobil Toyota Avanza yang parkir di SPBU Kaliasin, Cikampek, Jabar. Yayat dan dua pimpinannya ditangkap pada 25 April 2012.
Namun tuduhan pidana terhadap kelompok tersebut bukan sekadar perampokan.
Petugas Densus 88 Antiteror Polri menangkap mereka atas tuduhan terlibat memberi sokongan logistik untuk kelompok yang melakukan latihan militer di Pegunungan Jalin Jantho, Aceh Besar, pada 2011.
"Pada 2011, ketika terjadi kegiatan aksi terorisme di Jalin Jantho, Aceh yang melibatkan tersangka lainnya sepeti Dulmatin dan Abu Bakar Ba'asyir sebagai tersangka. Nah, Yayat ini mempunyai peran dalam proses penyiapan logistik, yaitu penyiapan senjata api dan peluru yang antara lain diperoleh dari wilayah Bandung. Beberapa senjata api itu senjata rakitan," jelas Boy.
Akibat perbuatannya, Yayat divonis pidana penjara selama tiga tahun dan menjalani hukuman di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Tangerang, Banten.
Yayat bebas dari penjara pada 2014 atau lebih cepat dari vonis karena mendapat pengurangan hukuman. Setelah bebas, Yayat bersama istri dan tiga anaknya tinggal di Bandung. Tapi, mereka selalu pindah-pindah rumah kontrakan. (tribunnews/abdul qodir/kompas.com)