TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Direktur Pusat Kajian Anti Korupsi Universitas Gadjah Mada (PUKAT UGM), Zainal Arifin Mochtar, menyatakan nama-nama politisi yang dibacakan dalam dakwaan persidangan kasus korupsi e-KTP belum tentu merupakan penerima suap.
Sebab, nama-nama tersebut baru sebatas disebut oleh tersangka dan belum tentu menggunakan uang tersebut untuk kepentingan pribadi.
Menurut Zainal, bisa saja ada sejumlah nama yang ternyata mengembalikan ke KPK dalam jangka waktu 30 hari sesuai aturan pengembalian gratifikasi.
"Dia kan bisa juga terima lalu dikembalikan ke KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi), melaporkannya sebagai bentuk gratifikasi. Itu kan bisa saja karena pengembalian gratifikasi kan enggak pernah diumumkan," kata Zainal saat ditemui di Hotel Borobudur, Jakarta, Kamis (9/3/2017).
Namun, Zainal menyatakan hal itu tak berlaku bagi beberapa anggota DPR yang disebut KPK telah mengembalikan uang yang diduga hasil korupsi e-KTP.
Sebab, mereka mengembalikan uang tersebut di saat isu korupsi e-KTP menguat dan itu sudah melewati 30 sejak mereka menerima uang.
Zainal menyatakan, proses hukum tetap berlanjut bagi mereka yang mengembalikan karena pengembalian uang tidak menghilangkan tindak pidana yang telah dilakukan.
"Jadi pengembalian uang itu hanya untuk mengurangi masa hukuman saja dan itu nanti bergantung pada pertimbangan hakim. Kalau untuk nama yang sudah disebut di dakwaan ya biar proses pengadilan yang membuktikan kebenarannya," kata Zainal.
Dalam dakwaan kasus korupsi e-KTP, sejumlah anggota Komisi II DPR RI disebut menerima fee dari proyek tersebut. Ada 14 anggota Komisi II yang mendapatkan jatah dari proyek itu dengan jumlah beragam.
Selain itu, ada 37 anggota Komisi II lain yang menerima uang masing-masing 13.000 hingga 18.000 dollar AS dengan total 556.000 dollar AS. Namun, dalam dakwaan tidak disebutkan siapa saja 37 orang lainnya tersebut.
Sementara itu, diketahui jumlah anggota Komisi II DPR RI periode 2009-2014 sebanyak 50 orang ditambah satu ketua. Selama penyidikan kasus ini, setidaknya ada 23 anggota DPR yang dipanggil untuk menjalani pemeriksaan.
(Rakhmat Nur Hakim/kompas.com)