TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Mantan Anggota DPR RI dari fraksi Partai Demokrat, I Putu Sudiartana menerima vonis pidana penjara enam tahun dan denda Rp 200 juta yang diberikan majelis hakim Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi Jakarta.
Putu Sudiartana mengatakan menerima vonis tersebut demi upaya mendukung penegakan hukum di Indonesia.
"Saya mantan anggota Komisi III mendukung penegakan hukum. Apapun keputusannya. Saya menerima," kata Putu Sudiartana di Pengadilan Negeri Tipikor, Jakarta, Rabu (9/3/2017).
Bekas perwakilan masyarakat Bali itu juga mengaku tidak kecewa terhadap vonis tersebut. Menurut dia, adalah hal yang wajar orang yang bermasalah di depan hukum mendapat hukuman.
"Saya tidak kecewa. Saya mendukung penegakan hukum. Kalau salah, salah. Kalau salah saya mengakui saya minta maaf kepada rakyat Indonesia," kata dia.
Selain pidana pokok, Putu juga dijatuhi pidana tambahan yakni pencabutan hak politik selama lima tahun. Putu akan menjalani pidana tambahan usai menjalani pidana pokok.
Baca: Komisi I DPR Bantah Pernah Setujui Pembelian Lima Pesawat A400M
"Majelis berpendapat mengabulkan tuntutan jaksa berupa pidana tambahan untuk mencabut hak terdakwa untuk dipilih dalam jabatan publik," ujar Hakim Joko Subagyo.
Sebelumnya, I Putu Sudiartana pidana penjara 6 tahun penjara dan denda Rp 200 juta subsider 3 bulan kurungan.
Putu terbukti melanggar Pasal 12 huruf a jo Pasal 12 B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dalam UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat 1 ke-1.
Hakim menilai Putu terbukti menerima uang Rp 500 juta dari pengusaha Yogan Askan.
Uang itu terkait pengusahaan dana alokasi khusus (DAK) kegiatan sarana dan prasarana penunjang Provinsi Sumatera Barat, pada APBN-P 2016.
Selain menerima suap, Putu juga dinilai terbukti menerima gratifikasi yang jumlahnya sebesar Rp 2,1 miliar dan 40.000 dollar Singapura.
Dalam persidangan, Putu tidak bisa membuktikan uang tersebut berasal dari sumber yang wajar, maka penerimaan tersebut haruslah dianggap sebagai suap. (Eri Komar Sinaga)