Laporan Wartawan Tribunnews.com, Fahdi Fahlevi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Sekitar tiga jam lamanya, Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), membacakan surat dakwaan sebanyak 121 halaman.
Surat dakwaan tersebut dibacakan untuk terdakwa mantan pejabat pembuat komitmen e-KTP Sugiharto dan bekas Direktur Jenderal Kependudukan dan Catatan Sipil Kementerian Dalam Negeri, Irman pada kasus mega korupsi pengadaan KTP elektronik tahun anggaran 2011-2012.
Surat dakwaan tersebut dibaca secara estafet oleh tujuh JPU KPK. Dimulai dari Irene Putrie, Eva Yustiana, Wawan Yunarwanto, Abdul Basir, Mochamad Wiraksajaya, Taufiq Ibnugroho, Riniyati Karnasih dan Nur Haris Azhari.
Surat dakwaan sebanyak 121 halaman tersebut merupakan pemadatan dari bundel berkas kasus dengan tebal 1,3 meter.
Dari berkas dakwaan setebal itu, JPU KPK berencana memanggil 133 saksi pada agenda pemeriksaan saksi.
Agenda sidang dilanjutkan langsung ke agenda pemeriksaan saksi karena kedua terdakwa Irman dan Sugiharto tidak mengajukan nota keberatan atau eksepsi.
Jumlah saksi yang akan dihadirkan ini lebih sedikit dibanding saksi di tahap penyidikan yaitu 294 saksi.
"Kami akan memilih saksi yang relevan. Sampai kemarin kami menempatkan 133 saksi yang akan kami panggil," ujar Jaksa Irene Putri kepada majelis hakim di akhir masa persidangan.
Tidak tanggung-tanggung, rencananya pihak JPU akan menghadirkan 10 saksi di tiap persidangan.
Pihak JPU juga meminta pertimbangan Majelis Hakim untuk menggelar sidang dua kali sepekan untuk mempercepat waktu.
Mendengar pengajuan tersebut, hakim ketua John Halasan Butarbutar menyanggupi jika sidang dilakukan dua kali seminggu.
Namun pekan depan, sidang tetap dilaksanakan sesuai jadwal pada Kamis (16/3/2017) karena butuh waktu untuk menggeser jadwal sidang lainnya.
"Penasihat hukum harus menghadapi proses pemeriksaan panjang dan melelahkan. Saya imbau supaya kita yang terlibat dapat menjalankan tugas masing-masing dengan profesional," ujar Hakim Jhon menimpali permintaan pihak JPU.