TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) menanggapi aturan baru Direktorat Jenderal Imigrasi Kementerian Hukum dan HAM menetapkan kebijakan perihal permohonan pembuatan paspor baru.
Dimana salah satu poin kebijakan ini adalah pemohon harus memiliki tabungan atas nama pemohon dengan jumlah minimal sebesar Rp 25 juta.
Direktur Jenderal Perlindungan Warga Negara Indonesia Kementerian Luar Negeri Muhammad Iqbal mengatakan edaran yang dibuat oleh Dirjen Imigrasi merupakan respon terhadap semakin maraknya TKI non prosedural.
"Ada sekitar 600-an TKI bermasalah yang ditampung dan ditangani oleh Perwakilan RI setiap harinya. Dimana 90% dari mereka yang kita tampung di shelter dalam 2 tahun terakhir adalah TKI non prosedural," kata Iqbal dalam keterangannya, Jumat (17/3/2017).
Baca: Buat Paspor Harus Punya Tabungan Rp 25 Juta? Ini Penjelasan Imigrasi
Dikatakan, kepergian mereka ke luar negeri secara non prosedural bukan saja membahayakan keselamatan mereka karena rentan eksploitasi, akan tetapi ketika menghadapi permasalahan sangat rumit penyelesaiannya karena mereka tidak memiliki skema perlindungan.
"Kita sadar masalah utamanya ada di hulu. Sulit menanganinya ketika merek sudah keluar dari perbatasan. Wewenang kita sangat terbatas," ujarnya.
Karena itu Kemlu, Kemenkumham (imigrasi), Polri dan BNP2TKI sepakat untuk memperkuat upaya-upaya pencegahan.
"Lagipula persyaratan untuk deposito/tabungan 25 juta berlaku untuk wisata dan untuk paspor baru. Untuk TKI persyaratannya hanya TKI tersebut harus terdaftar di Sisko-TKLN BNP2TKI," ujarnya.
Diberitakan sebelumnya, kebijakan ini ditetapkan menyusul adanya surat edaran nomor IMI-02177.GR.02.06 tahun 2017 tentang pencegahan Tenaga Kerja Indonesia non-prosedural. Adapun kebijakan ini sudah berlaku sejak 1 Maret 2017.
Kepala Kantor Imigrasi Jakarta Selatan Cucu Koswala mengatakan kebijakan ini dibuat sebagai langkah preventif mencegah tindak pidana perdagangan orang.
"Ini biasanya terjadi (perdagangan orang) kalau dari pemohon paspor dengan maksud misalnya kunjungan, ziarah, atau yang lain, tapi nantinya mereka tidak kembali ke Indonesia. Kemudian di sana mereka jadi Tenaga Kerja Indonesia (TKI) non-prosedural," ujar Cucu saat ditemui Kompas.com di kantornya, Jumat (17/3/17).