News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Lakpesdam NU: Konflik Karena Perbedaan Bukan Tradisi NU-Muhammadiyah

Editor: Rachmat Hidayat
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Diskusi Kala Asmara Terbentur Paham Agama usai nonton bareng film Bid'ah Cinta, di XXI Epicentrum, Jakarta, Rabu (22/3/2017).

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA-Ketua Lembaga Kajian dan Pengembangan Sumberdaya Manusia (Kakpesdam) PBNU Rumadi Ahmad mengapresiasi kejelian sutradara film Bid'ah Cinta, Nurman Hamim.

Film yang berhasil menyuguhkan edukasi bagaimana hidup toleran di tengah masyarakat yang beragam, baik dari sisi suku maupun agama.

Menurut Rumadi, film Bid'ah Cinta yang didalamnya menceritakan adanya ketegangan akibat perbedaan pemahaman keagamaan telah menjadi cermin kondisi sekarang ini.

Dan dalam cerita di film tersebut, setidaknya bisa menjadi gambaran juga bahwa cinta dan saling menghormati bisa menjadi jembatan atas perbedaan.

"Saya mengapresiasi keterusterangan dalam mengangkat masalah ketegangan seperti ini. Karena selama ini di dunia nyata ini hanya menjadi gunjingan di pojokan saja," katanya.

"Film ini disampaikan secara terus terang. Di film ini disuguhkan suatu yang serius tetapi santai. Bahkan bisa dengan tertawa. Itu yang saya apresiasi," kata Rumadi dalam diskusi "Kala Asmara Terbentur Paham Agama" usai nonton bareng film Bid'ah Cinta, di XXI Epicentrum, Jakarta, Rabu (22/3/2017).

Nonton bareng dan diskusi diikuti seratusan orang dari berbagai komunitas dengan dipandu dosen UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta Nanang Tahqiq.

Adapun pembicara dalamdiskusi tersebut selain Rumadi adalah budayawan M Sobari, Fajar Riza Ulhaq dari Maarif Institute, dan Tsamara Amani dari perwakilan mahasiswa Universitas Paramadina.

Acara nonton bareng dan diskusi tersebut diselenggarakan oleh Nurcholis Madjid Society. Hadir juga dalam acara itu sutradara dan para pemain film Bid'ah Cinta.

Dalam film Bid'ah Cinta digambarkan bagaimana cinta antara Khalida dan Kamal yang terbentur perbedaah pemahaman keagamaan. Kedua orang tuanya juga kemudian ikut terlibat dalam ketegangan tersebut, bahkan hingga merembet ke komunitas masyarakat.

Namun pada akhirnya, ada pemahaman dan suatu kesepakatan agar tidak menjadikan perbedaan itu agar tidak menjadi ketegangan dan sepakat untuk saling menghormati.

Menurut Rumadi, ketegangan komunitas sebagaimana digambarkan dalam film tersebut yang dipicu perbedaan pemahaman bukanlah cermin NU dan Muhammadiyah dalam menyikapi perbedaan.

Kalau NU dan Muhammadiyah sekarang ini, kata dia, justru sudah saling mendekat diantara perbedaan-perbedaan yang ada. Tidak ada lagi ketegangan soal perbedaan qunut, ziarah kubur, tahlil, hingga soal penentuan hari raya.

"Sekarang sudah saling mendekat, tidak lagi ada kenyinyiran. Bahkan yang dulu menjadi perbedaan sekarang bisa menjadi bahan untuk joke. Dulu ziarah kubur, perdebatannya soal pokok agama, soal kemusyrikan, tetapi itu sekarang itu sudah bisa mentoleransi di masyarakat kita," paparnya.

Halaman
12
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini