TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Ahli psikologi sosial, Risa Permana Deli menilai proses hukum kasus dugaan penodaan agama yang dituduhkan kepada Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) yang hanya melihat transkip ucapan saat berpidato di Kepulauan Seribu sebagai bukti adalah tindakan gegabah.
"Saya pikir, polisi terlalu gegabah menjadikan transkrip sebagai alat bukti," kata Risa saat menjadi saksi di Auditorium Kementerian Pertanian, Jakarta Selatan, Rabu (29/3/2017).
Dosen Universitas Indonesia ini mengatakan, suatu kesalahan terdakwa dengan hanya berdasarkan transkrip kurang tepat.
Baca: Saksi Ahli Psikologi: Ahok Mudah Dijegal dengan Isu Agama
Transkrip tidak serta merta menunjukkan keadaan sebenarnya saat Ahok berpidato di Kepulauan Seribu.
"Kalau mau dijadikan alat bukti, harusnya transkrip disertakan dengan reaksi masyarakat dan kondisi sekitar," kata Risa.
Dirinya juga menyayangkan Ahok yang selama ini dilihat dari sisi bagian kecil saja.
Warga maupun penegak hukum harusnya bisa menilai kasus ini dari sekup yang lebih luas.
"Makanya saya bisa katakan tuduhan ini tidak valid. Kalimat yang diambil hanya sedikit saja. Makanya saya bilang kasus ini terlalu sumir," kata Risa.
Menurutnya, jika ingin menggali kasus ini lebih dalam, maka pengak hukum hendaknya menggali dari awal kenapa Ahok bisa mengucapkan Surat Al Maidah.
"Anda harus melihat kenapa ia merujuk surat tersebut. Siapa yang pernah mengucapkan jangan pilih saudara Basuki Tjahaja Purnama karena agama?" Kata Risa.