TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah menganggap polisi tidak netral karena meminta penundaan pembacaan tuntutan terhadap terdakwa kasus dugaan penodaan agama, Basuki Tjahaja Purnama (Ahok).
Sedianya pembacaan tuntutan berlangsung pada 11 April 2017. Namun, dengan alasan keamanan, Polda Metro Jaya meminta agar pembacaan tuntutan dilangsungkan setelah 19 April 2017, yakni setelah Pilkada DKI putaran kedua selesai.
Ahok adalah salah satu calon gubernur DKI Jakarta. Dia berpasangan dengan Djarot Saiful Hidayat. Ahok-Djarot menghadapi pasangan Anies Baswedan-Sandiaga Uno di putaran kedua Pilkada DKI.
"Sebetulnya tidak boleh ada intervensi apapun, dari pihak manapun terhadap persidangan dan sidang itu harus sepenuhnya dikendalikan oleh majelis hakim, enggak boleh dikendalikan oleh orang lain," ujar Fahri di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Jumat (7/4/2017).
"Oleh sebab itu sekali lagi, sebagai proses peradilan yang independen di Indonesia ini adalah reformasi penegakan hukum kita dan peradilan kita sangat independen, Jadi tidak boleh ada intervensi apapun itu," lanjut Fahri.
Baca: Andre Gerindra: Kok Kapolda Metro Berlagak Seperti Pengacara Ahok?
Baca: Juru Bicara Polda Metro: Boleh Toh Kami Kirim Surat?
Fahri menambahkan semestinya jika merasa ada ancaman kerawanan yang ditimbulkan oleh persidangan, polisi tidak secara terbuka meminta penundaan pembacaan tuntutan.
Ia mengatakan, seharusnya dalam menjalankan tugas menjaga keamanan, polisi tidak mengintervensi pengadilan.
"Saya kira itu secara netral kita melihat persoalan. Saya tidak bermaksud apa-apa, tetapi polisi harus hati-hati karena dari awal sudah dituduh tidak netral. Adanya permintaan ini, polisi semakin dituduh tidak netral, seharusnya dia jangan bikin surat terbuka kayak begitu," lanjut Fahri.
Sebelumnya, Kepala Bidang Humas Polda Metro Jaya Komisaris Besar Argo Yuwono membenarkan pihak kepolisian meminta kepada Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Utara untuk menunda pembacaan tuntutan jaksa pada kasus dugaan penodaan agama dengan terdakwa Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok.
Pihak kepolisian meminta agar pembacaan tuntutan tersebut dilakukan setelah hari pencoblosan Pilkada DKI putaran kedua pada 19 April 2017.
"Surat ini merupakan surat biasa dan wajar apabila kepolisian mengirim surat berkaitan hal tersebut agar persiapan pencoblosan dapat dilaksanakan dengan aman dan tertib," ujar Argo kepada Kompas.com, Kamis (6/4/2017).
Argo mengatakan, permintaan itu diajukan dengan pertimbangan masalah keamanan jelang pencoblosan. Pihak kepolisian meminta hal tersebut untuk mengantisipasi hal-hal yang tidak diinginkan terjadi.
"Mengingat pelaksanaan sidang mendekati masa tenang dan pencoblosan dimungkinkan ada pengerahan masa maka untuk meminimalisir kemungkinan yang ada, kami ajukan hal tersebut," kata dia.
Penulis: Rakhmat Nur Hakim