News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Berita Parlemen

Jangan Sampai Mengulang Hal yang Sama, Pemindahan Ibukota Perlu Kalkulasi Ulang

AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Anggota Komisi II DPR RI Achmad Baidowi dalam acara Dialektika Demokrasi di Media Center DPR, komplek Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (13/04/2017).

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pemindahan Ibukota bukan wacana baru, ada dua hal terkait dengan pemindahan Ibukota.

Pertama, apakah pemindahan itu sekaligus dengan pusat pemerintahannya atau kedua, hanya memisahkan pusat perdagangan jasa dan pusat pemerintahan.

Itu karena kedua pilihan tersebut merupakan dua hal yang berbeda.

Demikian dikatakan Anggota Komisi II DPR RI Achmad Baidowi dalam acara Dialektika Demokrasi di Media Center DPR, komplek Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (13/04/2017).

“Salah satu kandidat Ibukota yang baru adalah Palangkaraya, namun itu masih wacana. Tetapi perkara memindahkan Ibukota itu bukan sesederhana yang kita bayangkan, perlu adanya berbagai kalkulasi, seperti kalkulasi anggaran,” ucap Baidowi.

Jakarta sudah penuh dan sesak, lanjutnya, belum lagi persoalan macet dan banjir.

Ada berbagai versi kerugian yang ditimbulkan, MTI mengatakan pada tahun 2016 kerugiannya mencapai 150 triliun per tahun, sedangkan Kementerian PUPR menyebut tahun 2015 kerugiannya sebesar 65 triliun per tahun.

Tentu saja hitungannya tidak fix tergantung tingkat kerugian.

“Kerugian yang dimaksud memang tidak secara nyata terlihat di kerugian negara, tetapi kerugian yang ditanggung bersama oleh masyarakat Jakarta dan masyarakat komuter sekitarnya. Dari semua analisis itu menyatakan kerugian utama pada masalah bahan bakar minyak (BBM). Ketika terjadi pemborosan BBM maka kerugian ditanggung oleh orang-orang yang duduk di Jakarta dan sekitarnya. Belum lagi kita bicara kerugian waktu dan tenaga yang tidak kita sadari setiap hari,” paparnya.

Ia menjelaskan, jumlah komuter di DKI Jakarta ada sekitar 3 jutaan orang, belum lagi ditambah penduduk DKI Jakarta Yang berjumlah 9 jutaan orang, jadi ada 11 juta lebih manusia yang tumplek di Jakarta setiap hari.

Sementara sarana transportasi publik kita terlambat, semua beralih menggunakan kendaraan pribadi. Maka yang terjadi adalah kemacetan yang luar biasa.

“Kalau Ibukota itu dipindah keluar kota berapa biaya yang akan dikeluarkan, termasuk dengan konsekuensinya. Ketika wacana itu terealisasi maka harus dipersiapkan dengan matang sarana dan prasananya, jangan sampai mengulang kejadian di Jakarta. Memang tidak ideal, ketika sebuah Ibukota negara mengalami banjir hingga berhari-hari, mobilisasi kegiatan dari satu tempat ke tempat lainnya membutuhkan waktu yang cukup lama karena macet, tetapi kami tekankan bahwa penataan ruang ditempat yang baru nanti jangan sampai mengulangi persoalan yang terjadi di Jakarta,” pungkasnya. (Pemberitaan DPR RI)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini