TRIBUNNEWS.COM, AMBON - Kepala Pusat Kajian Akuntabilitas Keuangan Negara (PKAKN) Badan Keahlian DPR RI Helmizar mempertanyakan perolehan opini Tidak Menyatakan Pendapat (TMP) saat menggelar diskusi dengan BPK dan BPKP Perwakilan Provinsi Maluku di Ambon, Selasa (11/4/2017).
“Bagaimana BPK mengidentifikasi permasalahan utama yang menjadi penyebab dikeluarkannya opini Tidak Menyatakan Pendapat (TMP) selama lima tahun berturut-turut sejak TA 2011-2015 atas 3 (tiga) kabupaten di Provinsi Maluku?” ungkapnya di hadapan Kepala BPK Perwakilan Prov. Maluku Ade Iwan Ruswana dan jajaran.
Kepada Tim PKAKN Badan Keahlian DPR, Ade menjelaskan, berdasarkan Hasil Pemeriksaan BPK semester I Tahun 2016, terdapat 4 (empat) daerah yang memperoleh opini WTP yaitu Provinsi Maluku, Kabupaten Maluku Tengah, Kabupaten Maluku Tenggara, dan Kabupaten Buru.
“Pencapaian tersebut merupakan wujud komitmen dan kerja keras seluruh unsur baik Pemda, BPK maupun BPKP dalam mewujudkan tata kelola dan akuntabilitas keuangan daerah yang lebih baik,” katanya.
Namun sambungnya, laporan Hasil Pemeriksaan BPK Perwakilan Provinsi Maluku Tahun Anggaran 2015 menunjukkan masih terdapat 3 (tiga) Kabupaten di Provinsi Maluku yang memperoleh opini Tidak Menyatakan Pendapat (TMP) selama lima tahun berturut-turut.
Terdapat perbedaan perolehan opini LKPD yang signifikan antara pemda yang benar-benar komitmen terhadap akuntabilitas keuangan daerah dan yang tidak.
Perolehan opini TMP selama lima tahun berturut-turut menunjukkan kurangnya komitmen dari daerah untuk menindaklanjuti rekomendasi atas temuan BPK di tahun-tahun sebelumnya sehingga permasalahan tersebut terus berulang di tahun-tahun berikutnya.
“Terkait temuan yang berlarut-larut dan tidak kunjung ditindaklanjuti perlu diberikan efek jera,” tandas Ade.
Menurut dia, penyebab perolehan opini TMP berturut-turut yang paling utama adalah terkait komitmen Kepala Daerah.
Selanjutnya terkait kebijakan mutasi yang belum sesuai dimana SDM yang sudah terlatih dan kompeten dimutasi tanpa adanya mekanisme knowledge transfer dan regenerasi.
Selain itu, permasalahan juga muncul terkait kondisi geografis di kepulauan Maluku yang menyulitkan pemeriksaan dan SDM dari BPK Perwakilan Provinsi Maluku yang kurang memadai.
Di bagian lain Ade mengemukakan, permasalahan-permasalahan terkait penerapan SAP berbasis aktual umumnya menyangkut penatausahaan dan pencatatan aset yang belum tertib sehingga mengakibatkan beban penyusutannya sulit dihitung.
Selain itu, belum disiplinnya pencatatan dan penatausahaan dana hibah termasuk salah satunya dana BOS, belum validnya data piutang PBB-P2 sehingga penyisihan piutangnya tidak dapat diverifikasi, serta terkait ketekoran kas di Bendahara Pengeluaran.
Yono Andi Atmoko, Kepala BPKP Perwakilan Provinsi Maluku, ditemui secara terpisah menjelaskan bahwa terdapat kendala dari sisi BPKP antara lain terbatasnya anggaran dalam melaksanakan dukungan pembinaan terhadap SKPD, ketersediaan SDM dan waktu.
“Namun kami tetap optimis dan harapan itu akan selalu ada bahwa pengelolaan keuangan Provinsi Maluku akan lebih baik ke depannya,” ia menambahkan. (Pemberitaan DPR RI)