TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Wakil Ketua Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia (DPD RI) 2014 - 2019 Farouk Muhammad menyesalkan dan mengutuk keras prilaku maupun ucapan Steven Hadisurya Sulistyo (HS) kepada Gubernur Nusa Tenggara Barat (NTB), TGB M Zainul Majdih di Bandara Changi Singapura.
Sebagaimana diketahui, Minggu (9/4/2017) di Bandara Changi, Singapura, terjadi kesalahpahaman antara seorang bernama Steven Hadisurya Sulistyo, bersama Muhammad Zainul Majdih Gubernur NTB beserta istri ketika sama-sama mengantre di depan tempat check-in Batik Air.
Steven melayangkan kata-kata bernada rasis.
"Dasar Indo, Dasar Indonesia, Dasar Pribumi, Tiko,".
Steven adalah warga Jakarta Barat yang berada di Singapore, saat melontarkan ucapan tersebut kepada Gubernur Nusa Tenggara Barat (NTB), Muhammad Zainul Majdi dan istrinya, Erica Zainul Majdi.
"Secara pribadi saya menyesalkan dan mengutuk keras perilaku saudara Steven Hadisurya Sulistyo kepada TGB, gubernur kebanggaan kami rakyat NTB. Peristiwa ini adalah cerminan dari sikap perilaku mereka yang sadar atau tidak telah memperoleh perlakuan "istimewa" dari awak-awak kekuasaan terutama dalam bidang ekonomi bahkan merambat dalam praktik penegakan hukum (gakkum)," kata Farouk Muhammad dalam rilisnya Minggu (16/4/2017) di Jakarta.
Farouk sebagai senator asal Nusa Tenggara Barat mengajak segenap komponen masyarakat NTB untuk tidak menyikapi kasus tersebut secara reaktif. Apalagi melakukan perbuatan melanggar hukum terhadap saudara-saudara yang berbeda suku/ras/agama di NTB.
Dia juga meminta penegak hukum bersikap aktif menanggapi peristiwa ini, karena pada dasarnya prilaku Steven HS masuk dalam kategori hate speech dan jika tidak ditindaklanjuti akan menjadi preseden buruk di kemudian hari.
"Bisa kita bayangkan Gubernur TGB yang santun dan karismatik saja, Steven HS mengungkapkan kata-kata yang buruk. Bagaimana Jika itu terjadi pada warga pribumi biasa?" sesal Mantan Gubernur Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian (PTIK) ini.
Farouk mengajak masyarakat NTB dan pihak-pihak terkait selain menempuh mekanisme gakkum ke Pusat atau Jakarta, juga menekankan agar publik secara bersama-sama dalam mengangkat akar permasalahan pengelolaan negara, terutama bidang sosial, ekonomi dan hukum bahkan politik ke tingkat pusat melalui mekanisme dan prosedur legal yang tersedia.
Semisal, lewat lembaga Dewan Perwakilan Rakyat Daereh (DPRD) setempat atau melalui DPD RI jika masih dipercaya oleh rakyat.
"Apa yang menimpa kami di DPD juga tidak dapat dilepaskan dari fenomena kekuasaan dan arogansi semacam ini. Fenomena perebutan kekuasaan dan arogansi yang mendapatkan perlakuan istimewa dari awak-awak kekuasaan," kata Farouk.