TRIBUNNEWS.COM, BANDUNG - Bertepatan dengan peringatan Hari Kartini, 21 April, Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) dan Fatayat NU melantik 500 daiyah anti radikalisme fatayat NU.
Keberadaan para daiyah Fatayat NU ini nantinya akan menjadi mitra strategis BNPT dalam menggaungkan pencegahan terorisme dari kalangan perempuan dan anak-anak.
Launching daiyah anti radikalisme itu dilakukan di sela-sela Sarasehan Pencegahan Paham Radikal Terorisme dan Launching Daiyah Anti Radikalisme Bersama Fatayat NU di Bandung, Jumat (21/4/2017).
"Hari ini bertepatan dengan Hari Kartini, Hari Emansipasi Wanita, BNPT bersama Fatayat NU resmi me-launching daiyah anti radikalisme. Ini adalah bagian dari upaya BNPT dalam memperkuat sinergi dalam penanggulangan terorisme melalui media dakwah. Apalagi, faktanya kaum perempuan juga menjadi sasaran utama radikalisme dan terorisme," ungkap Kepala BNPT Komjen Pol. Drs. Suhardi Alius, MH didampingi Ketua Fatayat NU Anggia Ermarini.
Komjen Suhardi Alius memaparkan bahwa peranan perempuan sangat penting dalam membendung radikalisme dan terorisme dari level paling dasar yaitu keluarga. Karena itu, para perempuan harus dibekali dengan pemahaman tentang bahaya dan ancaman radikalisme dan terorisme, serta dikuatkan rasa cinta tanah air dan bela negara. Itulah yang menjadi tugas daiyah anti radikalisme.
"Kami berharap dengan adanya daiyah anti radikalisme upaya kita untuk membendung penyebaran radikalisme dan terorisme di Indonesia bisa lebih maksimal. Tentu ini harus terus digalakkan. Tidak hanya Fatayat NU, kami juga telah bersinergi dengan Muslimat NU, juga dalam rangka membentengi keluarga dan lingkungan agar tidak terpapar radikalisme dan terorisme. Ini penting karena kecenderungan akhir-akhir ini, perempuan dan anak-anak menjadi sasaran radikalisme dan terorisme tersebut," urai mantan Kabareskrim Polri ini.
Suhardi berharap banyak dari organisasi perempuan seperti Fatayat dan Muslimat NU, juga dengan organisasi lain di Indonesia, agar terus bergandengan tangan menyebarkan nilai agama serta ideologi bangsa sesuai dengan NKRI.
Juga berkaitan dengan Hari Kartini diharapkan dengan bersatunya kaum perempuan, Indonesia akan mempuyai daya tahan dan tangkal dalam menghadapi paparan radikalisme.
Selama ini, lanjut Suhardi Alius, kaum perempuan telah banyak dimanfaatkan kaum radikalisme dan terorisme untuk melakukan aksi. Femonena itu sudah terjadi di luar negeri dan beruntung upaya itu berhasil dicegah di Indonesia, seperti kasus bom panci di Bekasi, dimana calon 'pengantinnya' seorang perempuan.
Mereka bisa memanfaatkan kelemahan dan kodrat perempuan untuk direkrut menjadi teroris. Contohnya, mungkin ada wanita dengan latar belakang tidak baik langsung dibaiat. Untuk menebus dosanya, perempuan itu harus menjadi 'pengantin'.
"Banyak kasus lain yang melibatkan perempuan seperti menjadikan perempuan sebagai kurir dan juga memanfaatkan perempuan untuk merekrut anggota lain. Itu dilakukan karena perempuan lebih bisa masuk kemana-mana, bahkan mampu mengelabui petugas," tukas Suhardi Alius.
Sementara itu, Ketua Fatayat NU Anggia Ermarini menegaskan, daiyah anti radikalisme siap berusaha keras untuk menjadi fasilitator di tengahtengah masyarakat terutama dalam membangun kesadaran masyarakat terhadap ancaman radikalisme dan terorisme.
Menurutnya, dewasa ini kaum perempuan menghadapi sebuah tantangan baru dengan menyebarnya paham-paham radikal di tengah-tengah masyarakat. Ironisnya kini yang menjadi sasaran adalah kaum perempuan dan anak-anak.
"Sudah banyak bukti di depan mata kita bahwa betapa banyak anak-anak yang terpengaruh radikalisme dan terorisme. Kami berharap dengan adanya sinergi dengan BNPT melalui daiyah anti radikalisme ini, kami juga bisa berperan dalam menangkal paham radikal terorisme," kata Anggia Ermarini.
Menurut Anggia, pihaknya akan terus bersinergi dengan BNPT untuk memassalkan daiyah anti radikalisme ini. Pasalnya, ini baru 500 daiyah dari Pulau Jawa yang di-launcing. Ke depan, ia berharap daiyah anti radikalisme juga menyebar ke seantero Indonesia.