News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Suap Pejabat Bakamla

Kehadiran Kepala Bakamla di Persidangan Tanpa Upaya Paksa Adalah Bukti Prajurit TNI Taat Hukum

Penulis: Srihandriatmo Malau
Editor: Johnson Simanjuntak
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Arie Sudewo

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Indonesia Corruption Watch (ICW) mendukung upaya paksa menghadirkan Kepala Badan Keamanan Laut Laksamana Madya Arie Sudewo dalam sidang lanjutan dugaan korupsi pengadaan monitoring satelitte di Badan Keamanan Laut tahun anggaran 2016.

"Kami dukung upaya paksa menghadirkan kepala Bakamla," ujar Koordinator Divisi Investigasi Indonesia Corruption Watch (ICW) Febri Hendri kepada Tribunnews.com, Jumat (21/4/2017).

Namun ICW tetap berharap agar kepala Bakamla datang ke persidangan tanpa upaya paksa.

"Kehadirannya dipersidangan tanpa upaya paksa merupakan bukti prajurit TNI taat hukum," kata Febri Hendri kepada Tribunnews.com.

Jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) akan bekerja sama dengan Puspom TNI untuk menghadirkan Kepala Bakamla dalam sidang lanjutan dugaan korupsi pengadaan monitoring satelitte di Badan Keamanan Laut tahun anggaran 2016.

Jenderal bintang tiga TNI Angkatan Laut itu akan dijemput paksa karena sudah dua kali mangkir dari persidangan untuk terdakwa staf PT Merial Esa Hardy Stefanus dan Muhammad Adami Okta.

Upaya paksa tersebut telah mendapat persetujuan atau penetapan dari majelis hakim yang dipimpin Franky Tumbuwun.

"Barusan di sidang kami minta waktu pemanggilan satu kali lagi disertai penetapan yang sudah disetujui majelis hakim. Penetapan tersebut untuk menghadirkan ke persidangan dan selanjutnya kami akan koordinasi dengan Puspom (TNI) karena ini yurisdiksinya pengadilan militer," kata Jaksa KPK Kiki Ahmad Yani, di Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Jumat (21/4/2017).

Menurut Kiki Ahmad Yani, kehadiran Arie Sudewo sangat penting baik untuk persidangan dan untuk dirinya sendiri.

Satu lagi saksi yang sangat penting adalah Ali Fahmi atau Fahmi Habsiy. Namun, Ali Fahmi juda tidak pernah hadir selama tiga kali dipanggil dan kepadanya akan diterapkan Pasal 159 ayat 2 KUHAP yakni untuk dihadirkan ke persidangan.

"Kami minta kedua saksi hadir di persidangan supaya persidangan menjadi persidangan yang adil terbuka karena kedua orang ini banyak disebut-sebut saksi sebelumnya mengenai bagaimana proses penganggara, proses lelang di Bakamla dan disebut-sebut mengenai persentase uang ke pejabat-pejabat tinggi di Bakamla dan pejabat lainnya," ungkap Kiki Ahmad Yani.

Menuru Kiki, sebelum persidangan hari ini, pimpinan KPK sebenarnya telah berkirim surat kepada Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo dan ditembuskan ke Kepala Staf TNI Angkatan Laut Laksamanan Ade Supandi, Puspom TNI dan POM TNI AL.

"Namun sampai hari ini beliau masih berhalangan," kata Kiki.

Ternyata, hari ini Arie Sudewo tidak bisa hadir karena sedang dinas di Australia sementara pada pemanggilan pertama dia mangkir karena alasan dinas ke Manado, Sulawesi Utara.

Sebelumnya dalam sidang, Ketua Majelis Hakim Franky Tumbuwun menyetujui penetapan untuk menghadirkan Arie Sudewo.

"Ya nanti diusahakan, minta ke panitera," kata Franky saat memimpin sidang.

Dalam surat dakwaan Laksamana Madya Arie Sudewo disebut meminta jatah 7,5 persen dari pengadaan monitoring satelitte senilai Rp 400 miliar di Badan Keamanan Laut.

Jatah 7,5 persen adalah setengah dari fee 15 persen yang disepakati antara Fahmi Darmawansah dengan Ali Fahmi alias Fahmi Habsyi.

Permintaan jatah tersebut terungkap melalui pembicaraan Arie Sudewo dengan Eko Susilo Hadi selaku Deputi Bidang Informasi Hukum dan Kerjasama Bakamla sekaligus Pelaksana Tugas Sekretaris Utama Bakamla dan Kuasa Pengguna Anggaran Satuan Kerja Bakamla tahun 2016.

"Bahwa sekitar bulan Oktober 2016 bertempat di ruangan Kepala Bakamla dilakukan pertemuan antara Kepala Bakamla Arie Soedewo dan Eko Susilo Hadi membahas jatah 7,5 persen untuk Bakamla dari pengadaan monitoring satelitte yang telah dimenangkan PT Melati Technofo Indonesia," kata Jaksa Kiki Ahmad Yani saat membacakan dakwaan Hardy Stefanus di Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Kamis (9/3/2017).

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini