News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

KPK Harus Periksa Dana Pungutan Ekspor CPO

Editor: Dewi Agustina
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Pekerja mengawasi mesin saat pemrosesan tandan buah segar (tbs) kelapa sawit menjadi Crude Palm Oil (CPO) di Pabrik Buatan I milik Asian Agri di Kabupaten Siak, Riau, Rabu (17/4/2013). Pabrik ini mampu memproses 60 ton tbs kelapa sawit per jamnya. KOMPAS IMAGES/RODERICK ADRIAN MOZES

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Direktur Center for Budget Analysis (CBA) Uchok Sky Khadafi meminta Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memeriksa penggunaan dana hasil pungutan ekspor CPO (minyak kelapa sawit).

"KPK jangan mengkaji saja tapi juga melakukan penggeledahan," kata Uchok Sky Khadafi di Jakarta.

Bahkan, kalau perlu jika kebijakan pungutan itu tidak bisa dikendalikan dan tidak ada manfaatnya bagi petani, lebih baik dihapus saja daripada memperkaya orang-orang tertentu.

Sebelumnya dilaporkan kebijakan pungutan ekspor CPO itu telah membuat petani sawit tercekik.

Jumlah petani sawit di tanah air saat ini mencapai 4 juta, mengeluhkan kenaikan pungutan itu yang dibebankan kepada petani atau dapat dikatakan pengusaha menurunkan harga beli sawit dari petani.

Uchok menilai selama ini persoalan sawit menjadi “ruang gelap” tidak terurus oleh negara yang bertujuan agar pendapatan-pendapatannya dinikmati oleh pihak-pihak tertentu saja.

"Soal pungutan itu tidak pernah diaudit, dibiarkan berantakan," tegasnya.

Seharusnya, pungutan itu harus diketahui untuk apa saja atau uang itu untuk siapa.

"Ini tidak transparan," katanya.

Menurut Uchok, hal ini bisa dikatakan sebagai penyalahgunaan wewenang atau kebijakan.

Baca: Jadi Buruan Interpol, Miryam Diminta Menyerah

Karena itu, Komisi Pemberantasan Korupsi harus merekomendasikan Kementerian Pertanian harus menyusun rencana aksi perbaikan sistem pengelolaan komoditas kelapa sawit.

"Tapi juga harus audit semuanya," sambungnya.

Pihak yang mengelola pungutan tersebut Badan Pengelola Dana Perkebunan (BPDP) Kelapa Sawit dengan biaya 50 dolar AS per satu ton minyak sawit untuk kebutuhan ekspor.

Pungutan itu untuk mensubsidi industri biodiesel.

"Semua harus transparan," kata Uchok Sky Khadafi.     

Juru Bicara KPK Febri Diansyah sebelumnya mengatakan, KPK akan melakukan pemantauan dan evaluasi atas implementasi rencana pungutan ekspor CPO.

Hal tersebut terkait dengan lemahnya tata kelola dan pengelolaan kelapa sawit yang rawan korupsi.

Dijelaskannya, komoditas kelapa sawit adalah salah satu komoditas strategis dalam perekonomian Indonesia.

Sayangnya, pengelolaannya masih banyak menimbulkan masalah.   

Dalam kajian tahun 2016, KPK menemukan hingga saat ini belum ada desain tata kelola usaha perkebunan dan industri kelapa sawit yang terintegrasi dari hulu ke hilir. Kondisi ini tak memenuhi prinsip keberlanjutan pembangunan.

Sehingga rawan terhadap persoalan tata kelola yang berpotensi adanya praktek tindak pidana korupsi.

Di hilir, pengendalian pungutan ekspor kelapa sawit belum efektif karena sistem verifikasi belum berjalan baik.

Penggunaan dana kelapa sawit, habis untuk subsidi biofuel. Parahnya, subsidi ini salah sasaran dengan tiga grup usaha perkembunan mendapatkan 81,7 persen dari Rp 3,25 triliun alokasi dananya.

Padahal seharusnya penggunaan dana terbagi untuk penanaman kembali, peningkatan sumber daya manusia, peningkatan sarana dan prasarana, promosi dan advokasi, dan riset.

Tak hanya itu, pungutan pajak sektor kelapa sawit tak optimal dilakukan oleh Direktorat Jenderal Pajak.

Tak efektifnya pengendalian pungutan ekspor ini mengakibatkan ada kurang bayar pungutan sebesar Rp 2,1 miliar dan lebih bayar Rp 10,5 miliar.

Tingkat kepatuhan pajak baik perorangan maupun badan juga mengalami penurunan. Sejak tahun 2011-2015, wajib pajak badan dan perorangan kepatuhannya menurun masing-masing sebanyak 24,3 persen dan 36 persen. 

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini