TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA- Usai sudah rangkaian Pilkada DKI Jakarta yang setidaknya telah berjalan selama sembilan bulan lamanya.
Jumat (5/5/2017) siang menjadi penutup seluruh perjalanan mencari pemimpin di ibukota.
Seluruh dinamika dan konstelasi politik di Pilkada DKI Jakarta, tidak jarang menimbulkan opini layaknya pemilihan presiden dengan perhatian yang besar dari masyarakat Indonesia.
Itu yang dirasakan oleh Ketua KPU DKI Jakarta, Sumarno saat ditemui usai melakukan rapat pleno penetapan pasangan calon terpilih kepada Anies Baswedan dan Sandiaga Salahuddin Uno.
"Berat sekali memang pilkada kali ini," ucapnya.
Meninggalkan anak dan istri selama tahapan pilkada berlangsung bukanlah hal yang tabu bagi pria kelahiran Tulungagung, 1966 lalu.
Dia menceritakan, satu waktu, dia harus menginap di Kantor KPU DKI Jakarta bahkan hingga empat hari saat tahapan masih berlangsung. Bahkan dia menyebut kantor yang terletak di Jalan Salemba Raya, Jakarta Pusat itu sebagai rumah utamanya kala itu.
"Kemarin itu, rumah saya ya di sini ini," tawanya.
Isu, fitnah dan pelbagai macam tekanan juga pernah dirasakan olehnya sebagai ketua KPU.
Pelaporan dari tim pasangan calon yang menganggap dia tidak netral, juga pernah disematkan kepadanya.
Dalam surat keputusan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP), mantan Wakil Dekan FISIP UMJ itu dinyatakan bersalah dan diberi sanksi peringatan atas tiga laporan dari tim pasangan calon.
Bukan tanpa penyesalan, tetapi, ia merasa harus menerima putusan itu dan percaya DKPP telah melakukann tugasnya secara profesional.
"Saat itu saya terima saja karena dinyatakan bersalah. Saya ikhlas saja, toh jabatan bisa diambil kapan saja," katanya.
Saat ini, ucapnya, hanya satu keinginan usai seluruh tahapan pilkada selesai. Dirinya hanya ingin kembali ke rumah dan beraktivitas seperti sebelum tahapan pilkada dimulai.