TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pakar Hukum Tata Negara Refly Harun menilai pasal penistaan agama harus diterapkan secara selektif. Contohnya, bila seseorang hanya sekedar berbicara mengenai agama.
"Harusnya memang ranah perbedaan pendapat soal tersinggung itu relatif ada yang tersinggung ada yang enggak tapi kita harus lihat tindakan tindakan nyata yang memang betul betul kita dianggap menistakan," kata Refly usai diskusi di kawasan Cikini, Jakarta, Minggu (14/5/2017).
Refly mencontohkan penistaan agama yakni menginjak atau menyobek kitab suci Alquran atau Alkitab. Namun bila hanya berbicara, Refly menuturkan hal tersebut lebih kepada toleransi terhadap perbedaan pendapat.
"Jangan kemudian sebentar-sebentar menerapkan pasal itu nanti orang yang kemudian tidak setuju dengan penggunaan pasal itu dianggap menistakan kan kacau jadi lama-lama kalau dulu hukum ini," kata Refly.
Refly menuturkan kasus dugaan penistaan agama bisa melalui dialog. Contohnya, kata Refly, dialog antar imam yang membuat Indonesia menjadi lebih demokratis dengan mengedapankan toleransi.
"Kita enggak perlu pusing dengan perbedaan karena perbedaan itu selalu ada kan tidak perlu dipaksakan tapi kita cari titik pertemuan sehingga orang tidak perlu berdebat," kata Refly.