TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ahli hukum pidana dari Universitas Muhammadiyah Jakarta (UMJ), Chairul Huda menilai, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tidak berwenang menjerat anggota DPR, Miryam S Haryani, sebagai tersangka pemberian keterangan palsu.
Menurut Chairul, KPK hanya berwenang dalam menangani tindak pidana korupsi (tipikor).
Hal ini disampaikan Chairul Huda saat dihadirkan oleh penasihat hukum Miryam S Haryani dalam sidang praperadilan penetapan tersangka pemberian keterangan palsu.
Sidang praperadilan tersebut digelar di di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Rabu (17/5/2017).
Menurut Chairul, sesuai UU Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK, tugas dan kewenangan KPK adalah melakukan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan tindak pidana korupsi.
Sementara, UU Nomor 1999 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tipikor hanya mengatur hukum materiil tipikor.
Seperti diberitakan, KPK menjerat Miryam S Haryani sebagai tersangka pemberian keterangan palsu.
Miryam dijerat Pasal 22 UU Tipikor setelah ia mencabut semua keterangan dalam Berita Acara Pemeriksaan (BAP) kasus korupsi KTP elektronik dan menyebut keterangannya diberikan karena ditekan penyidik KPK.
Chairul juga menyatakan, pidana pemberian keterangan palsu memang diatur dengan Pasal 22 UU Tipikor.
Namun, perkara pemberian keterangan palsu bukanlah perkara tipikor sehingga bukan kewenangan KPK untuk menyidik dan menuntutnya.
Baca: KPK Persilakan Polri Periksa Miryam Terkait Kasus Penyerangan Novel
Menurut Chairul, perkara pemberian keterangan palsu merupakan kewenangan penyidik Polri.
Chairul menambahkan, Pasal 22 UU Tipikor bisa diterapkan oleh KPK jika sidang kasus korupsi e-KTP telah berakhir dan ada putusan majelis hakim.
Menurutnya, yang berwenang menilai benar atau bohongnya keterangan Miryam adalah majelis hakim.