TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Saat ini merupakan momentum yang tepat bagi Presiden Joko Widodo melakukan reshuffle (perombakan) kabinet.
Demikian dikemukakan Pengamat Politik Boni Hargens saat dikonfirmasi di Jakarta, Jumat (19/5/2017).
"Sekarang momentumnya tepat Juni-Juli reshuffle kabinet, sebab anggaran pemerintah dibicarakan April dan Juni-Juli tinggal push realisasinya. Saya kira reshuffle kabinet itu suatu keharusan," kata Boni.
Dia menegaskan reshuffle kabinet juga perlu dilakukan saat ini melihat dinamika politik setelah Pilgub DKI Jakarta.
Boni mengatakan Presiden Jokowi harus mengganti menterinya yang tidak maksimal bekerja dan tidak mencapai target yang dicanangkan.
"Pak Jokowi mengganti menteri yang lambat bekerja. Menteri yang membawah pesan dari luar istana juga harus diganti atau menteri yang bicara atau melakukan kebijakan semaunya di luar koridor istana," ujar Boni.
Baca: Sikapi Situasi Politik Terkini, Intrans Imbau Jokowi Segera Lakukan Reshuffle Kabinet
Dia menegaskan bahwa reshuffle merupakan hak prerogatif presiden sehingga kapan saja kebijakan itu bisa dijalankan.
Melihat kondisi politik setahun terakhir ini dimana pemerintahan Jokowi diserang bertubi-tubi dengan tekanan politik seperti gerakan-gerakan yang mengatasnamakan Islam, gangguan OPM, kasus narkoba yang menggila dan kampanye hitam yang terus menerpa Jokowi menjelang Pilpres 2019.
"Oleh karena itu di kabinet pemerintahan perlu sinergitas, merapatkan barisan sebab kalau terpecah akan menjadi masalah. Apalagi kalau kinerja menteri tidak seirama dengan presiden maka bisa tertinggal," kata Boni.
Dijelaskan bahwa Joko Widodo harus memperlihatkan prestasi kinerjanya kepada rakyat jika ingin mencalonkan presiden lagi pada 2019 mendatang.
Alasannya, Jokowi tidak memiliki partai politik, bukan jenderal tidak punya pasukan sehingga yang ditonjolkan adalah prestasi kerja.
"Sehingga para pembantunya harus maksimal membantu kinerja presiden. Jika tidak yah reshuffle," ujarnya.
Lalu kementerian apa saja yang dianggap kurang maksimal bekerja dan perlu dievaluasi?
"Menteri di bidang keamanan saya rasa, kementerian bidang ekonomi juga. Saya melihat ketahanan pangan dan umumnya sektor pertanian dan lingkungan perlu terobosan besar. Termasuk kementerian bidang politik yang relatif slow saja," ujarnya.
Bagaimana dengan kinerja Mendagri Tjahjo Kumolo?
Boni mengatakan semua tergantung pada pilihan presiden. "Presiden pasti punya pilihan cerdas dalam memilih komposisi kabinet, keseimbangan menteri dari parpol dan sebagainya beliau lebih tahu," katanya.
Sebelumnya diberitakan, Direktur Intrans Andi Saiful Haq mengatakan presiden Jokowi harus cermat menyikapi situasi politik terkini.
"Jokowi harus melakukan analisa ulang ditubuh koalisi pendukung pemerintah. Jangan-jangan Jokowi sendirian yang sedang memikirkan realisasi pembangunan tahun 2017, sementara di sekitar beliau, isi kepalanya sudah Pemilu 2019," kata Saiful Haq.
Menurut dia, resiko kabinet yang masih kental dengan representasi koalisi pemerintahan adalah kerentanannya terhadap momentun politik.
"Jokowi harus segera evaluasi di dua tahun terakhir pemerintahannya, segera reshuffle (perombakan) kabinet jika memang dibutuhkan," ujar Saiful Haq.
Hasil Pilkada DKI Jakarta, kata dia, harusnya lebih memperjelas peta politik di sekitar Istana Kepresidenan RI.
"Yang harus dipikirkan Presiden Jokowi mengurangi porsi politik dalam Kabinet Kerjanya. Jika perlu ganti menteri-menteri yang lebih sering merepresentasikan soal politik daripada prestasi kerja," ujar Saiful.
Dia lalu memberikan nama menteri yang perlu dievaluasi Jokowi diantaranya adalah Menkominfo Rudiantara.
"Dengan problem sebesar yang dihadapi Indonesia dalam hal komunikasi dan informasi, ada kelambanan di sektor ini," ujar Saiful.
Selain itu, lanjut Saiful, Kemendagri di bawah Tjahjo Kumolo sebaiknya ditempatkan di Kementerian Pertahanan karena pengalamannya pernah menjadi anggota DPR RI di Komisi I yang membidangi Pertahanan dan Keamanan.
"Mendagri sebaiknya diganti orang yang mengerti seluk-beluk persoalan daerah dan administrasi kependudukan, Djarot Saiful Hidayat sudah paling tepat di posisi Mendagri," ujar Saiful Haq.
Dikatakan pengalaman Djarot di DKI Jakarta mendampingi Gubernur Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok mengelola APBD DKI Jakarta adalah hal penting untuk diterapkan di daerah lain agar APBD bisa dikontrol dan dimanfaatkan untuk kepentingan publik.