TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kapolri Jenderal (Pol) Tito Karnavian membantah adanya standar ganda kepolisian dalam menangani aksi umat Islam dengan pendukung Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok.
Tito menegaskan pihaknya menerapkan asas persamaan di muka hukum dalam menangani aksi-aksi itu.
"Kemudian memang saat aksi pascaputusan Basuki ada reaksi dari sejumlah masyarakat dalam bentuk kegiatan aksi pembakaran lilin, bunga dan lain-lain," kata Tito dalam rapat dengan Komisi III DPR, Jakarta, Selasa (23/5/2017).
Tito mengatakan polisi tetap bersandar pada undang-undang serta peraturan Kapolri (Perkap) mengenai aksi unjuk rasa dengan batas waktu sampai pukul 18.00 serta dalam gedung pukul 22.00.
Tito menuturkan polisi melakukan pendekatan persuasif menghadapi kejadian aksi lilin setelah pukul 18.00 agar membubarkan diri.
Ia menuturkan polisi akan melakukan pembubaran paksa bila cara persuasif tidak ditanggapi kelompok pendemo.
"Kalau kita lihat saat aksi lilin banyak wanita ibu ibu sehingga kita mendepakan polwan untuk nego. Ada tambahan waktu dan setelah dibubarkan dengan baik tapi ada juga yang paksa seperti di Pekanbaru, Jambi, Palembang, Jakarta di PT kemudian di semprot water canon," kata Tito.
Tito menjelaskan polisi tidak melakukan upaya paksa aksi lilin di Jakarta dan Batam.
Kemudian, adanya upaya pencegahan supaya aksi lilin tidak dilakukan yakni Pangkal Pinang, Pontianak, Palu dan Palopo.
Tito mengatakan aksi demonstrasi bisa dilakukan usai pukul 18.00 jika dilanjutkan ke dalam gedung sampai pukul 22.00.
"Tapi seminggu setelah ini tidak ada aksi-aksi lagi. Sehingga tidak benar kalau ada pembiaran tapi kita menggunakan upaya pembubaran tapi menggunakan tahapan persuasif dan koersif langkah terakhir," kata Tito.