TRIBUNNEWS.COM - Ketika masih menjabat Gubernur DKI Jakarta, Presiden Joko Widodo gemar memelihara kodok.
Kodok-kodok itu dipelihara di dalam kolam ikan rumah dinas gubernur DKI di depan Taman Surapati, Menteng, Jakarta Pusat.
Jumlah kodoknya banyak. Berwarna hijau tua serta berukuran besar-besar.
Bagi Jokowi, suara kodok menghantarkannya pada suasana desa yang tenang. Apalagi, kala hujan.
Nasib kemudian membawa Jokowi menjadi orang nomor satu di Indonesia.
Di sekitar Paviliun Bayu Rini, Kompleks Istana KepresidenanBogor, tempat tinggalnya sehari-hari, Presiden Jokowi tetap saja mendambakan suara alam.
Ia melepasliarkan kodok-kodok di sekitar tempat tinggalnya.
Dalam sebuah makan malam bersama wartawan, Jokowi mengungkapkan bahwa ada dua ribuan kodok yang ia lepas di sekitar rumahnya yang jadi satu dengan Kebun Raya Bogor.
Namun, belakangan suara kodok di kediamannya perlahan-lahan menghilang.
Usut punya usut, rupanya, biawak yang menjadi penyebabnya.
"(Awalnya kodoknya) ada ribuan. Buanyak sekali. Ya, tetapi kodoknya habis dimakan biawak," cerita Jokowi ketika diwawancara Rosiana Silalahi dan ditayangkan di Kompas TV, Kamis (25/5/2017) malam.
Meski demikian, Jokowi tidak terlalu risau. Kala hujan, ia masih sedikit mendengar ocehan kodok.
Mungkin kodok itu takut diterkam biawak jika bersuara terlalu lantang.
Lagipula, menurut Jokowi, redupnya suara kodok tidak membuat nuansa alam hilang seluruhnya dari kediamannya itu.
"Kalau pagi tetap sangat sejuk, banyak burung. Kalau sore juga sama. Sejuk, banyak burung. Di sini kalau kita lihat hewan-hewan, rusa mungkin ada lebih dari 700 ekor, ada kambing yang kita pelihara, ada ikan yang kita pelihara, ada ayam banyak yang kita pelihara,' ujar Jokowi.
Tinggal di Istana Bogor, diakui Jokowi, memang lebih tenang dibandingkan tinggal di Jakarta.
Jauh dari bising suara knalpot, jauh dari polusi dan yang terpenting jauh dari panasnya suhu politik Jakarta.
Dengan suasana yang tenang, Jokowi lebih jernih melihat satu persoalan.
Dengan demikian, keputusan-keputusan penting yang diambilnya, tidak hanya adil, namun juga diharapkan bermanfaat bagi rakyat.
"Apalagi memutuskan hal-hal yang sangat penting bagi negara. Ini perlu sebuah pikiran yang mengendap. Perlu sebuah pikiran jernih. Sehingga, jangan sampai memutuskan pada posisi yang keliru," ujar Jokowi. (Fabian Januarius Kuwado)