TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pakar Hukum Tata Negara Yusril Ihza Mahendra menegaskan, Komisi Pemberantasan Korupsi ( KPK) sebagai lembaga penegak hukum seharusnya bertindak di atas jalur hukum dan konstitusi.
Hal itu diungkapkannya merespons pernyataan Ketua KPK Agus Rahardjo yang meminta Presiden Joko Widodo untuk menolak hak angket terhadap KPK yang diinisiasi DPR.
"Seyogyanya KPK bertindak di atas hukum dan konstitusi dan tidak melakukan upaya-upaya di luar hukum seperti meminta Presiden untuk mengintervensi DPR ketika akan menggunakan hak angket yang dijamin oleh UUD 1945 dan hukum yang berlaku," kata Yusril melalui keterangan tertulis, Selasa (13/6/3017).
Menurut Yusril, tidak seharusnya KPK meminta Presiden untuk menolak hak angket.
"Saya berpendapat permintaan seperti itu seyogyanya tidak dilakukan oleh KPK mengingat keberadaan KPK sebagai lembaga penegak hukum," tutur Yusril.
Yusril menambahkan, KPK dibentuk dengan undang-undang, karena itu DPR dapat menggunakan hak angket untuk menyelidiki sejauh mana undang-undang tersebut telah dilaksanakan.
Jika DPR sudah memutuskan penggunaan angket, lanjut dia, maka tak ada lembaga lain yang dapat menghentikan atau mengintervensinya.
Kecuali atas amar putusan pengadilan yang setelah memeriksa suatu gugatan menyatakan bahwa penggunaan hak angket tersebut bertentangan dengan norma hukum yang berlaku.
"Hemat saya, marilah kita menghormati suatu lembaga negara, ketika mereka menjalankan tugas dan kewenangannya yang diberikan oleh konstitusi," kata mantan Menteri Kehakiman dan Hak Asasi Manusia itu.
Ia berpendapat, jika KPK ingin menghentikan penggunaan hak angket tersebut, satu-satunya jalan adalah melalui jalur pengadilan.
Dan apabila KPK memenangkan gugatan tersebut, praktis DPR akan menghentikan proses penyelidikannya.
Sebaliknya, jika gagal maka DPR bisa meneruskan penyelidikannya melalui penggunaan hak angket. Dengan cara itu, kata dia, maka rasa hormat publik terhadap KPK akan tetap terjaga.
" KPK memang harus menunjukkan kepada publik bahwa cara-cara hukum pula lah yang mereka tempuh, bukan melakukan pendekatan-pendekatan politis kepada pihak manapun juga, termasuk Presiden, yang pasti akan berada pada posisi yang sulit ketika dihadapkan kepada permintaan KPK," kata Yusril.
Di samping itu, kata dia, KPK tak perlu mengajak publik, langsung atau tidak langsung, agar menolak penggunaan angket.
Ia menyarankan agar KPK menghadapi hak angket tersebut dengan tenang.
"Sebaiknya KPK hadapi saja hak angket DPR itu dengan tenang, argumentatif, kemukakan fakta-fakta dengan terang dan gamblang, jujur dan objektif serta dengan tetap berpegang teguh pada etika dan norma hukum yang berlaku," ucap dia.
Diberitakan sebelumnya, Ketua KPK Agus Rahardjo, berharap Presiden Joko Widodo menolak hak angket KPK. Ia berharap Jokowi mengambil sikap dalam kisruh hak angket KPK.
" KPK kan enggak harus lapor ke Presiden, tapi Presiden pasti mengamati lah. Mudah-mudahan Presiden mengambil sikap," kata Agus seusai menghadiri acara Konvensi Anti Korupsi di Pusat Dakwah Muhammadiyah, Menteng, Jakarta Pusat, Sabtu (10/6/2017).
Ia mengatakan, saat ini DPR selaku cabang kekuasaan legislatif sudah bersikap untuk terus melanjutkan hak angket.
"Kalau KPK kan posisinya di yudisial ya. Nah sekarang legislatif sudah bersuara. Yang perlu kita tunggu yang dieksekutif (Presiden). Ya paling tidak sama seperti suaranya KPK," ujar Agus.
Penulis: Nabilla Tashandra
Berita ini tayang di Kompas.com dengan judul, Yusril: KPK Bisa Tempuh Jalur Hukum, Tak Usah Minta Presiden Intervensi DPR