TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Anggota Komisi X Dadang Rusdiana tidak sepakat dengan wacana kebijakan Mendikbud Muhadjir Effendy, yang akan meniadakan pelajaran agama di sekolah.
"Saya tidak sepakat. Bukan apa-apa hal-hal begini sangat sensitif untuk ditafsirkan lain-lain oleh publik," kata Dadang melalui pesan singkat, Rabu (14/6/2017).
Dadang memahami isi pikiran Muhadjir Effendy. Ia mengatakan Muhadjir bukan menghapus pelajaran agama tetapi mengintegrasikan pendidikan agama dalam pendidikan non formal seperti madrasah diniyah dengan pendidikan formal.
Menurutnya, hal itu secara konseptual tidak masalah.
"Malah itu ideal. Tetapi kebijakan seperti akan menguras energi karena akan mengundang perdebatan panjang," kata Politikus Hanura itu.
Dadang khawatir wacana tersebut bisa menimbulkan salah paham. "Nanti dipelintir bahwa pemerintah sekarang "anti agama", itu yang harus dijaga," kata Dadang.
Sebelumnya, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud) menyatakan akan meniadakan pelajaran agama di kelas dan menggantinya dengan pendidikan agama di madrasah diniyah, masjid, pura, atau gereja.
Penjelasan itu terkait rencana pemberlakukan waktu kegiatan belajar lima hari sekolah.
"Sekolah lima hari tidak sepenuhnya berada di sekolah. Siswa hanya beberapa jam di dalam kelas dan sisanya di luar kelas," kata Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Muhadjir Effendy dalam rapat kerja dengan Komisi X DPR di Jakarta, Selasa (13/6/2017).
Kalau sudah mendapat pendidikan agama di luar kelas, otomatis murid tidak perlu lagi dapat pelajaran agama di dalam kelas.
Kemendikbud akan mengatur teknis pelaksanaan pendidikan agama di luar kelas atau sekolah dan menyelaraskannya dengan kurikulum.
Muhadjir menjelaskan pula bahwa kegiatan belajar lima hari tidak wajib dilaksanakan seluruhnya di sekolah.
Ia menjelaskan sekolah lima hari akan dijalankan mulai tahun ajaran baru 2017/2018. Sekitar 9.830 sekolah akan melaksanakannya.