News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Full Day School

Mulai Tahun Ajaran 2017-2018, Guru Harus Memenuhi 40 Jam Seminggu

Penulis: Glery Lazuardi
Editor: Dewi Agustina
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Ilustrasi

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Mulai tahun ajaran 2017-2018, pemerintah menerapkan kebijakan delapan jam belajar dengan lima hari sekolah. Meskipun banyak pro dan kontra dari berbagai pihak, namun realisasi kebijakan akan dilakukan mulai Senin (17/7/2017).

Direktur Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan, Sumarna Surapranata, pemerintah menetapkan kebijakan lima hari sekolah. Tidak ada yang namanya full day school seperti yang ramai diperbincangkan.

Selama pelaksanaan lima hari kerja, guru harus memenuhi 40 jam. Aktivitas tidak hanya tatap muka di kelas, tetapi juga melaksanakan tugas-tugas di luar sekolah untuk mengembangkan karakter siswa.

"Istilahnya bukan full day school. Tidak ada istilah full day school. Yang ada lima hari kerja, lima hari sekolah dan itu dilaksanakan secara bertahap," tutur Sumarna, kepada wartawan ditemui di Gedung Kemendikbud, Jakarta, Jumat (16/6/2017).

Jika tatap muka tidak memenuhi 24 jam, maka, diberikan konversi. Dia menjelaskan, seorang guru ada 40 jam di sekolah selama seminggu.

Sementara itu, 24 jam diberikan konversi membimbing dan melaksanakan tugas lain. Tugas lain untuk siswa-siswi SD adalah penerapan dan penguatan pendidikan karakter (P2K).

Dalam membuat aturan 40 jam mengajar, pemerintah membuat poin-poin perubahan untuk mempermudah guru memenuhi target.

5 M itu mencakup, merencanakan pembelajaran, melaksanakan pembelajaran atau tatap muka baik di sekolah atau di luar sekolah untuk intrakurikuler, kokurikuler, dan ekstrakurikuler. Yang ketiga adalah menilai. Keempat membimbing dan terakhir melaksanakan tugas tambahan.

Menurut dia, penerapan kebijakan itu tidak serta merta membuat sekolah harus menerapkan sekolah selama lima hari selama sepekan. Yang penting sesuai standar yang ditentukan.

Apabila ada sekolah belum menerapkan peraturan itu tidak akan memberikan hukuman. Untuk mencapai itu semua, kata dia, Sumber Daya Manusia (SDM) harus mampu mengikuti mekanisme yang ada.

"Kalau 5 hari kerja sekolahnya, kalau yang 6 hari juga. Nanti tidak semua sekolah melaksanakan 5 hari. Kalau yang tidak menerapkan tidak ada hukuman. Di dalam permen disebutkan secara bertahap nah saya dari SDM-nya, dari guru mengikuti," ujarnya.

Aturan mengenai lima hari kerja diatur di Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2017 tentang Hari Sekolah.

Kehadiran Peraturan Menteri itu merupakan turunan dari Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2017 tentang perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru.

Sementara itu, Sekretaris Jenderal (Sekjen) Federasi Serikat Guru Indonesia, Retno Listyarti, mengkritik kebijakan delapan jam belajar dengan lima hari sekolah, karena tidak berorientasi kepada hak anak-anak.

"Indonesia bukan Jakarta. Indonesia juga bukan hanya kota. Kebijakan tersebut berangkat dari pikiran masyarakat kota besar," tutur Retno.

Menurut dia, kebijakan itu hanya dapat diterapkan di kota-kota besar. Dia menilai pemerintah tidak melihat fakta-fakta lainnya, seperti kewajiban anak terhadap orang tua, sarana prasarana di sekolah dan kota tempat tinggal.

"Kualitas pendidikan itu tidak ditentukan oleh lamanya belajar di sekolah," tambahnya.

Baca: Banjir di Maluku, Bupati Buru Terapkan Status Siaga Darurat

Ubah Peraturan
Kemendikbud akhirnya mengubah peraturan kewajiban guru untuk mengajar selama 24 jam. Hal ini sebagai syarat untuk mendapatkan tunjangan profesi, menjadi 40 jam kerja dalam seminggu.

Kebijakan ini menyusul rencana perubahan jam sekolah menjadi 5 hari dalam seminggu dan 8 jam per hari.

Sumarna Surapranata mengemukakan, ketentuan itu tercantum dalam Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2017 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru.

Ia memastikan, peraturan tersebut mulai berlaku efektif pada tahun ajaran baru 2017/2018 mendatang. Itu berarti kewajiban 24 jam tatap muka atau mengajar sudah tidak berlaku lagi.

"Kewajiban 40 jam kerja dalam seminggu tersebut dibagi menjadi lima tugas yang disebut 5M, yaitu merencanakan pembelajaran, melaksanakan pengajaran tatap muka, menilai atau memberi skor hasil belajar anak didik, melaksanakan bimbingan, dan melaksanakan tugas tambahan seperti pembinaan Pramuka atau menjadi wali kelas," urainya.

Sebelumnya, Presiden Joko Widodo menginstruksikan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Muhadjir Effendy mengkaji ulang rencana kebijakan belajar delapan jam sehari.

Sekretaris Kabinet Pramono Anung mengatakan, dirinya dan Menteri Sekretaris Negara Pratikno sudah berdiskusi dengan Muhadjir terkait rencana kebijakan tersebut.

"Memang kemarin kami ini sudah berdiskusi dengan Mendikbud, Mensesneg karena diminta oleh Presiden untuk mengkaji kebijakan tersebut," ujar Pramono di Kompleks Istana Presiden, Jakarta, Kamis (15/6/2017) lalu.

Soal apa keputusan final terkait rencana kebijakan itu, Pramono mengatakan, wewenang tetap berada di Mendikbud Muhadjir.

"Untuk lebih detailnya, tanyakan kepada Mendikbud," ujar dia.

Politikus PDI Perjuangan tersebut memastikan pemerintah sudah menangkap keresahan di masyarakat terkait rencana kebijakan tersebut.

Namun di sisi lain, Pramono mengingatkan semua pihak untuk tidak asal merespons sebuah kebijakan, apalagi masih dalam tahap rencana.

Ia menyarankan, semua pihak melihat rencana kebijakan secara jelas terlebih dahulu, baru mengutarakan pendapat. (gle/kps)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini