TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kapan hari raya Idul Fitri 1438 hijriyah, atau lebaran tahun ini dirayakan, hal itu ditentukan dalam sidang isbat, yang rencananya akan digelar besok, Sabtu (24/6), di kantor Kementerian Agama (Kemenag).
Dalam sidang yang juga diikuti oleh sejumlah perwakilan organisasi kemasyarakatan (ormas) Islam, dan duta besar negara-negara sahabat itu, akan dibahas hasil hisab dan rukyat, yang digelar pemerintah bersama ormas-ormas Islam. Hasil sidang tersebut, adalah penentuan kapan hari raya Idul Fitri dirayakan.
Metode hisab dan rukyat, adalah cara yang digunakan di agama Islam, untuk menentukan datangnya bulan baru.
Dalam hal ini, metode tersebut digunakan untuk menentukan berakhirnya bulan ramadhan, dan datangnya bulan baru, yakni bulan syawal. Idul Fitri dirayakan pada hari pertama bulan syawal.
Metode hisab dilakukan dengan cara melakukan hitung-hitungan secara matematis, sesuai parameter yang ada.
Melalui metode tersebut, dapat diketahui ada berapa hari dalam bulan ramadhan tahun ini, dan kapan seharusnya bulan syawal tiba. Sementara metode rukyat, dilakukan dengan cara mengamati hilal di langit.
Ketua Yayasan Al Hisiniyyah, Ahmad Syafi'ie, kepada Tribunnews.com menjelaskan bahwa hilal adalah bulan sabit muda, yang muncul tidak lama setelah matahari tenggelam, dan lokasi kemunculannya juga tidak jauh dari lokasi matahari tenggelam.
"Menurut hitung-hitungan kami, hilal itu akan muncul di atas empat derajat, di Selatan matahari, jadi relatif mudah untuk di lihat," katanya.
Empat drajat yang ia maksud, adalah sudut kemunculan hilal dari matahari. Jika hilal muncul di bahwa empat derajat, maka akan ada perdebatan hebat di sidang isbat soal datangnya bulan syawal, dan begitupun jika hilal muncul lebih dari empat derajat.
"Kalau hilalnya di atas empat derajat, itu bisa dilihat dan mudah, jadi mudah-mudahan tidak ada perdebatan lagi," katanya.
Angka empat derajat itu menurut Ahmad Syafi'ie ia dapatkan dari hitung-hitungan lain. Melalui metode hitung-hitungan tersebut, ia menentukan untuk menggelar rukyat pada hari Sabut ini, dengan asumsi hari raya Idul Fitri akan jatuh pada hari Minggu (26/6).
Ahad Syafi'ie berencana menggelar observasi untuk melihat hilal, di lantai dua sebuah bangunan, yang berada di kawasan kediamannya, di wilayah Cakung, Jakarta Timur.
Ahmad Syafe'ie akan menggunakan sebatang kayu yang arah dan sudutnya sudah ia sesuaikan sebelumnya, dan bermodal sebuah theodolit.
Dalam pemantauan hilal, Ahmad Syafe'ie juga akan mengundang sejumlah orang, termasuk dari ormas Islam lain, yang akan berfungsi sebgai saksi.
Hasil pemantauannya, dan hasil pemantauan dari puluhan titik lain yang digagas oleh pemerintah dan ormas Islam, akan dibahas di sidang isbat.
Kendalanya dalam melihat hilal adalah cuaca. Deputi Meteorolgi Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG), Yunus Subagyo Swarinoto, menyebut kendala pascamusim kemarau ini, adalah visibilitas yang rendah, sehingga dikhawatirkan mengganggu pemantauan hilal.
"Pascamusim kemarau ada dua kendala, satu, ya awan, ini fungsi ketebalan butir-butir basah uap air dalam udara. Kedua udara kabur, penyebab partikel kering di atmosfer," katanya saat dihubungi Tribunnews.com.
Jika hilal tidak terlihat di satu titik, maka hasil pemantauan dari titik tersebut tidak akan dijadikan acuan dalam sidang isbat. Pemerintah punya cadangan titik hingga sekitar lima puluhan jumlahnya, yang tersebar dari wilayah Barat hingga Timur Indonesia.
Yang jadi masalah, adalah ketika hasil penghitungan yang dilakukan pemerintah, berebda dengan ormas Islam lain. Hal itu menyebabkan umat Islam di Indonesia merayakan Idul Fitri di hari yang berebeda.
Selain yang jadi masalah, adalah ketika ternyata hasil hisab dan rukyat, tidak seperti yang dibayangkan sebelumnya. Hal itu terjadi pascasidang isbat pada 2011 lalu.
Saat sidang digelar, masyarakat pada umumnya sudah memulai takbir di masjid-masjid, dan menyiapkan makanan mewah untuk Idul Fitri.
Sidang isbat tersebut digelar pada 29 Agustus 2011. Pada umumnya, sidang isbat digelar malam sebelum perayaan Idul Fitri.
Dalam sidang isbat yang dipimpin Suryadharma Ali, yang saat itu menjabat sebagai Menteri Agama, diputuskan bahwa Idul Fitri jatuh pada 31 Agustus.
Saat itu di sejumlah masjid yang sudah memulai takbir, tiba-tiba berhenti setelah ada pengumuman pemerintah.
Masyarakat kembali memulai ibadah shalat tarawih, dan menyiapkan makanan untuk sahur.