Laporan Wartawan Tribunnews.com, Nurmulia Rekso Purnomo
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA --- Tidak semua Warga Negara Indonesia (WNI) yang kembali dari Suriah, negeri yang dilanda konflik bersenjata lima tahun terakhir ini, berpotensi menggelar aksi teror di Tanah Air.
Pengamat terorisme Al Chaidar, saat dihubungi Tribunnews.com, menyebut tidak semua WNI yang berangkat ke Suriah, bergabung dengan ISIS.
Sementara yang sudah mendapatkan perintah untuk menggelar teror di kampung halamannya masing-masing, hanya pendukung ISIS.
"Yang lain tidak ada perintah untuk melakukan aksi teror di kampung halamannya masing-masing, cuma pimpinan ISIS saja yang memberikan perintah," ujarnya.
Ia mengaku mendapat informasi, bahwa WNI yang berangkat ke Suriah untuk mendukung ISIS, yang sudah kembali jumlahnya mencapai ratusan orang.
Selain pendukung ISIS, banyak juga WNI yang berangkat untuk mendukung kelompok lain seperti Jabhat al-Nusra dan Free Syrian Army (FSA).
Al-Nusra adalah organisasi yang didirikan untuk melawan pemerintahaan Suriah yang sah, yang dipimpin Bashar al-Assad. Sementara FSA dibentuk oleh disertir militer Suriah, yang juga menentang pemerintahan FSA.
Menurut Al Chaidar, kepercayaan mereka berbeda dengan kepercayaan para pendukung ISIS, dan tujuan organisasinya pun berbeda. Sehingga menurutnya kemungkinan mereka untuk menggelar aksi teror di Indonesia, sangatlah kecil.
"Jadi yang perlu dipantau ya yang pendukung ISIS saja," katanya.
Salah seorang alumni Suriah yang sudah melakukan aksi teror, adalah Syawaluddin Pakpahan, yang merupakan salah seorang pelaku penyerangan Mapolda Sumatera Utara, pada hari raya Idul Fitri lalu (25/6).
Kepala badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), Suhardi Alius, menyebut Syawaluddin Pakpahan saat disuriah mendukung FSA.
Rencananya pemerintah akan memasukan aturan baru adalam Undang-Undang nommor 15 tahun 2003, tentang pemberantasan terorisme. Para alumni Suriah apapun afiliasinya, akan ditindak oleh pihak yang berwajib.