TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Setelah Setya Novanto menjadi tersangka, DPR didesak untuk menarik penggunaan hak angket untuk menghormati penanganan kasus e-KTP.
Hal itu disampaikan Divisi Investigasi Indonesia Corruption Watch (ICW) Wana Alamsyah dalam keterangannya kepada Tribunnews.com, Rabu (19/7/2017).
"Alangkah baiknya apabila DPR menarik penggunaan hak angket dan menghormati proses hukum e-KTP yang telah lebih dulu berjalan," ujarnya.
Hak Angket untuk KPK berawal dari penolakan KPK membuka rekaman pemeriksaan Miryam S Haryani dalam kasus e-KTP.
Padahal, selain telah berada dalam ranah penegakan hukum, penanganan kasus e-KTP bukan ranah yang dapat diawasi oleh DPR. Singkat kata, DPR tidak mempunyai wewenang terhadap hal tersebut.
Ditetapkannya Ketua DPR sebagai tersangka dan disebut-sebutnya sejumlah politisi dan partai menerima aliran dana korupsi e-KTP menunjukkan adanya konflik kepentingan tinggi antara penggunaan hak angket terhadap e-KTP.
Alih-alih untuk mengawasi dan membenahi KPK, penyelidikan DPR ini lebih tepat disebut sebagai upaya intervensi hukum.
Lebih lanjut ICW bersama jaringan antikorupsi di 15 provinsi, mengajak publik menolak memilih partai politik dan anggota DPR pendukung Hak Angket terhadap KPK pada Pemilu Serentak 2019.
"Kami mengajak publik untuk menjadikan hal ini sebagai bahan pertimbangan bagi publik dalam menentukan pilihan pada pemilu 2019," jelasnya.