Pemberian 100.000 dollar AS itu terkait jabatan Ade sebagai Sekretaris Fraksi Partai Golkar.
Menurut jaksa, uang itu guna membiayai pertemuan Ade Komaruddin dalam pertemuan dengan sejumlah camat, kepala desa, dan sejumlah tokoh masyarakat di Kabupaten Bekasi.
Dalam kasus ini, Irman dan Sugiharto, didakwa merugikan negara Rp 2,3 triliun dalam proyek pembuatan e-KTP.
Keduanya juga dinilai menguntungkan diri sendiri, orang lain dan korporasi. Beberapa di antaranya adalah anggota DPR RI.
Selain menjatuhkan pidana pokok, majelis hakim juga menjatuhkan pidana tambahan kepada Irman dan Sugiharto.
Terdakwa satu atau Irman 500.000 Dolar Amerika Serikat dikurangi 300 ribu dolar AS dan Rp 50 juta.
Pidana tambahan tersebut wajib dibayar selambat-lambatnya satu bulan sesudah adanya putusan yang berkekuatan hukum tetap.
"Jika dalam waktu tersebut tidak dibayar maka harta benda terdakwa disita jaksa dan dilelang menutupi uang pengganti. Dalam hal terdakwa tidak punya harta yang cukup untuk membayar uang pengganti, terdakwa dipidana penjara selama dua tahun," kata Ketua Majelis Hakim Jhon Halasan Butar Butar.
Pada sidang tuntutan, Jaksa Penuntut Umum pada Komisi Pemberantasan Korupsi menuntut Irman membayar pidana tambahan yakni uang pengganti sejumlah 273.700 dolar Amerika Serikat atau sekitar 3,2 miliar dan Rp 2.248.750.000 serta 6.000 Dolar Singapura.
Sementara terdakwa dua atau Sugiharto dijatuhi pidana uang pengganti 50.000 Dolar AS dikurangi pengembalian 30.000 Dolar AS dan harta 1 unit honda jazz senilai Rp 150 juta.
Irman adalah bekas Direktur Jenderal Kependudukan dan Catatan Sipil Kemendagri Irman sementara Sugiharto adalah bekas Direktur Pengelola Informasi Administrasi Kependudukan Ditjen Dukcapil Kemendagri sekaligus Pejabat Pembuat Komitmen Sugiharto.
Negara dihitung menderita Rp 2,3 triliun dari anggaran Rp 5,9 triliun pengadaan KTP berbasis chip tersebut. (tribun/eri/kcm)