Irene Putrie juga tidak mau menduga apakah itu disebabkan karena majelis hakim tidak mempertimbangkan Berita Acara Pemeriksaan (BAP) tersangka Miryam S Haryani yang telah dicabut di pengadilan.
Hakim memutuskan hanya menggunakan keterangan di persidangan karena itu lah yang menjadi alat bukti.
"Hakim hanya menyampaikan bahwa hakim kemudian menetapkan bahwa keterangan yang di pengadilan lah yang jadi pertimbangan. Itu hakim yang bisa jawab. Itu nanti kita sampaikan ke pimpinan laporan untuk kita," kata Irene Putrie.
Saat sidang putusan keduanya, Majelis Hakim hanya mengatakan Irman dan Sugiharto bekerja sama dengan bekas Sekretaris Jenderal Kementerian Dalam Negeri Diah Anggraini, pengusaha Andi Agustinus alias Andi Narogong, dan calon peserta lelang.
"Terjadi penerimaan uang dari penganggaran sampai lelang agar pihak tertentu menang dengan cara yang tidak benar," kata anggota majelis hakim Anshari.
Markus Terima Uang di Gedung Tua TVRI
Anggota Komisi IV DPR RI Markus Nari terungkap menerima uang diduga dari hasil korupsi pengadaan KTP elektronik tahun anggaran 2011-2012 sejumlah 400.000 Dolar Amerika Serikat.
Uang tersebut diterima dari terdakwa dua atau Sugiharto yang diserahkan di dekat gedung TVRI, Jakarta Pusat.
"Uang selanjutnya diserahkan ke Markus Nari di gedung tua dekat TVRI Senayan dengan mengatakan 'Pak ini titipan dari Pak Irman, cuma Rp 4 miliar tidak cukup Rp 5 miliar' dan dijawab Markus Nari ya enggak-apa-apa," kata anggota majelis hakim Franki Tambuwun.
Menurut hakim, permintaan uang tersebut berawal dari pertemuan dengan terdakwa Irman di ruang kerjanya.
Saat itu, Markus Nari meminta sejumlah Rp 5 miliar. Atas permintaan uang tersebut, Irman kemudian memerintahkan Sugiharto mencari uang.
Sugiharto kemudian mencari uang tersebut ke Vidi Gunawan. Vidi adalah adik dari tersangka Andi Agustinus alias Andi Narogong.
Pada kasus tersebut, Markus Nari telah ditetapkan sebagai tersangka kasus korupsi e-KTP elektronik.
Dia dikenakan Pasal 3 atau Pasal 2 ayat 1 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dalam UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
Politikus Partai Golkar itu terlebih dahulu menjadi tersangka dalam kasus dugaan menghalangi, merintangi, atau menggagalkan penyidikan dan penuntutan perkara e-KTP yang dilakukan KPK. (eri/wly)