TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Partai Golkar akan melakukan pembelaan atau pendampingan terhadap dua kadernya yang tersangkut kasus korupsi pengadaan e-KTP tahun anggaran 2011-2012.
Dalam sidang putusan terdakwa Irman dan Sugiharto, dua kader partai berlambang pohon beringin itu, yakni Markus Nari dan Ade Komarudin disebut menerima uang e-KTP.
Sekretaris Jenderal Partai Golkar, Idrus Marham mengatakan pendampingan itu agar proses hukum berjalan secara ril berdasarkan fakta yang ada.
" Protap Partai Golkar setiap kader siapapun, maka DPP menugaskan ketua bidang hukum dan HAM dan Badan Advokasi untuk melakukan pendampingan langkah hukum bersama untuk mengawal agar proses hukum secara riil berdasarkan fakta yang ada," kata Idrus Marham di Hotel Sultan, Jakarta, Sabtu (22/7/2017).
Dalam vonis terdakwa Irman dan Sugiharto, Markus Nari terungkap menerima uang diduga dari hasil korupsi pengadaan KTP elektronik sejumlah 400.000 Dolar Amerika Serikat (AS). Uang tersebut diterima dari terdakwa dua atau Sugiharto yang diserahkan di dekat gedung TVRI, Jakarta Pusat.
"Uang selanjutnya diserahkan ke Markus Nari di gedung tua dekat TVRI Senayan dengan mengatkan 'Pak ini titipan dari Pak Irman, cuma Rp 4 miliar tidak cukup Rp 5 miliar' dan dijawab markus nari ya enggak-apa-apa," kata anggota majelis hakim Franki Tambuwun saat membacakan sidang putusan terdakwa Irman dan Sugiharto di Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Kamis (20/7/2017).
Pada kasus tersebut, KPK telah menetapkan Markus Nari sebagai tersangka menghalang-halangi penyidikan dan menerima uang korupsi e-KTP.
Sementara Ade Komarudin menerima uang 100.000 Dolar AS melalui Ketua Panitia Lelang dalam proyek e-KTP Drajat Wisnu Setyawan. Pada persidangan sebelumnya, Drajat mengaku diperintah oleh Irman untuk mengantar bungkusan ke rumah dinas Ade Komaruddin di rumah dinas di Kalibata, Jakarta Selatan.