Laporan wartawan Tribunnews.com, Theresia Felisiani
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) berusaha menuntaskan kasus dugaan suap proyek pengadaan satelit monitoring di Bakamla.
Hari ini, Senin (24/7/2017) penyidik menjadwalkan pemeriksaan pada Nofel Hasan (NH) Kabiro Perencanaan dan Organisasi Bakamla sebagai tersangka.
"NH kami periksa sebagai tersangka dugaan suap proyek pengadaan satelit monitoring di Bakamla," ujar Juru Bicara KPK, Febri Diansyah.
Pemeriksaan ini bukanlah pemeriksaan perdana bagi Nofel Hasan, sebelumnya pada Rabu (12/4/2017) penyidik sudah pernah memeriksa Nofel Hasan sebagai tersangka.
Dalam kasus ini, anggota Komisi I DPR RI Fraksi Golkar, Fayakhun Andriadi juga terseret. Dia pernah diperiksa sebagai saksi untuk Nofel Hasan pada Selasa (25/4/2017) silam.
Bahkan, baru-baru ini penyidik KPK mencegah Fayakhun ke luar negeri hingga enam bulan kedepan untuk kepentingan penyidikan.
Dalam kasus ini, Fayakhun disebut oleh Fahmi Darmawansyah, Direktur PT Merial Esa turut menerima uang yang dia titipkan ke politikus PDIP Fahmi Habsyi atau Ali Fahmi untuk keperluan proyek pengadaan senilai Rp 200 miliar.
Untuk diketahui dalam pengadaan alat satelit monitoring Bakamla tahun anggaran 2016, PT Melati Technofo Indonesia (PT MTI) merupakan perusahaan yang memenangkan tender tersebut. Namun, pemenangan tender tidak berjalan mulus.
Demi bisa memenangi tender, tiga petinggi PT MTI, yakni Fahmi Dharmawansyah, M. Adami Okta, dan Stefanus Hardy diduga melakukan suap ke sejumlah pejabat Bakamla..
Ketiganya lalu diciduk melalui Operasi Tangkap Tangan (OTT) dan ketiga petinggi PT MTI itu ditetapkan tersangka oleh KPK sebagai pemberi suap.
KPK juga menetapkan tersangka terhadap pejabat Bakamla yakni Kabiro Perencanaan Organisasi Bakamla, Nofel Hasan
dan Deputi Informasi, Hukum, dan Kerjasama Bakamla Eko Susilo Hadi, keduanya diduga menerima suap dari proyek satelit monitoring dari Dirut PT Merial Esa, Fahmi Dharmawansyah.
Nofel Hasan diduga menerima 104.500 dolar AS dari nilai kontrak sebesar Rp 220 miliar. Pemberian hadiah itu untuk menggerakan agar melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya yang bertentangan dengan kewajibannya terkait proses pengadaan satelit monitor di Bakamla.
Atas perbuatannya, Nofel Hasan disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 UU nomor 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU nomor 20 tahun 2001 tentang pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Terpisah, POM TNI juga menetapkan satu tersangka dari kalangan militer yakni, Direktur Data dan Informasi Bakamla, Laksmana Pertama Bambang Udoyo.