Laporan Wartawan Tribunnews.com, Srihandriatmo Malau
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA- Sangat disayangkan hasil penelitian terorisme yang dilakukan oleh Adhe Bhakti dari lembaga riset PAKAR bocor ke media asing, yakni media Australia ABC.
Adhe yang bekerjasama dengan BNPT itu menyebut masjid sebagai tempat penyebaran radikalisme ISIS. Penelitian itu dikutip oleh media asing ABC Australia.
Atas hal itu, pengamat intelijen Ridlwan Habib menilai hal itu sebagai tindakan yang kurang tepat.
Ridlwan Habib menegaskan, BNPT, Pemerintah tidak boleh memata-matai masjid.
"Masjid adalah tempat suci umat Islam yang harus steril dari upaya mata mata, " ujar peneliti terorisme dari Universitas Indonesia (UI) Ridlwan Habib kepada Tribunnews.com, Rabu (2/8/2017).
Penyebutan masjid sebagai tempat perekrutan anggota ISIS, menurut Ridlwan sangat berlebihan.
Karena itu alumni S2 Kajian Intelijen UI tersebut, berharap BNPT dan pihak pihak yang melakukan riset memberi klarifikasi ke umat Islam mengenai hal itu.
Koordinator Indonesia Intelligence Institute itu menyebut ada ratusan ribu masjid di Indonesia dan dikelola dengan baik.
Ridlwan menegaskan, masjid bukan tempat ISIS melakukan radikalisasi.
Ridlwan meyakini aktivitas perekrutan ISIS justru gencar dilakukan di dalam penjara dan bukan di masjid.
"Penelitian oleh BNPT dan lembaga swasta itu justru akan menimbulkan kemarahan umat Islam karena masjid adalah tempat suci. Tidak boleh diawasi, " tegas Ridlwan.
Apalagi, berita penelitian oleh Adhe Bhakti dan BNPT itu justru dibocorkan ke media asing Australia.
"Ini mencederai perasaan umat Islam di Indonesia. Kalaupun ada oknum ISIS yang beraktivitas di sebuah masjid itu bisa ditangkap. Bukan masjidnya yang diawasi, tapi orangnya, " kata Ridlwan.
Menurut Ridlwan, pemberantasan terorisme oleh pemerintah tidak akan berhasil kalau belum didukung mayoritas umat Islam Indonesia. Terutama aktivis aktivis Ormas Islam.
"Ada BKPRMI , ada Dewan Masjid Indonesia, mereka bisa dilibatkan jangan justru masjid dimata matai, itu langkah yang salah kaprah, " jelas Ridlwan.
Ridlwan khawatir langkah keliru BNPT dan Adhe Bhakti itu akan dipakai oleh pihak oposisi untuk menyudutkan pemerintah, terutama Presiden Joko Widodo (Jokowi).
"Isu itu bisa digoreng seolah-olah Jokowi anti Islam. Ini bahaya sekali karena faktanya pak Jokowi justru sangat pro Islam diantaranya dengan berdzikir bersama para ulama di Istana Negara, " ucap Ridlwan.
Sebelum itu terjadi, Ridlwan menyarankan BNPT dan Adhe Bhakti memberi penjelasan yang utuh dan gamblang di media lokal nasional Indonesia.
"Jangan ke media Australia, tuduhan bahwa ada agenda asing ikut campur dalam politik dalam negeri Indonesia akan semakin kuat, " tegasnya.
Menurut laporan yang diperoleh ABC, ada 41 masjid di 16 provinsi yang dipantau, seperti terungkap dalam laporan penelitian yang dilakukan atas nama pemerintah.
Dari semua itu, 16 masjid di tujuh provinsi secara resmi dinyatakan sebagai pendukung kelompok ISIS oleh tim peneliti yang terus memantau tempat-tempat ibadah ini secara rahasia.
Dalam wawancara eksklusif dengan ABC, kepala tim peneliti yang juga adalah analis mengenai tindak terorisme Indonesia Adhe Bhakti mengatakan, pesantren dan kelompok pengajian juga digunakan untuk menyebarkan ideologi ISIS yang radikal.
"Kami menemukan berbagai penggunaan masjid yang berbeda," katanya.
"Beberapa masjid murni digunakan untuk menyebarkan ideologi. Yang lain digunakan sebagai tempat untuk konsolidasi, dan bahkan pengurus masjid (marbot) akan bertindak sebagai agen perjalanan bagi mereka yang ingin ke Suriah."
Selama beberapa bulan, Bhakti dan timnya mendatangi masjid dan pengajian, dengan berpura-pura menjadi jamaah, dan mencatat kotbah dan diskusi yang sedang berlangsung.
"Kami adalah anggota kelompok pengajian. Kami ikut kegiatan mereka. Kami mewawancarai jamaah yang hadir, jadi kami mengumpulkan informasi dengan berbagai cara," katanya.
"Kami mengamati langsung, atau lewat sumber-sumber, dan juga dari wawancara yang kami lakukan."
Bhakti mengatakan kadang mereka berhasil merekam isi pembicaraan dari berbagai pertemuan tersebut, namun mereka tidak bisa memberikannya kepada ABC karena rekaman itu milik pemerintah Indonesia.
Bulan Februari tahun lalu, ABC secara ekslusif merekam gambar di masjid As-Syuhada di Jakarta dimana usaha untuk mengumpulkan pejuang ISIS sedang dilakukan.
Menurut Bhakti, hal seperti itu hampir tidak mungkin dilakukan lagi sekarang, karena kelompok-kelompok ini melakukan pertemuan lebih berhati-hati, dan kadang dilakukan di rumah pribadi.
Dalam penelitiannya, Bhakti memberikan tiga kategori masjid dalam hal ini.
1. Masjid umum yang digunakan pendukung ISIS tanpa sepengatahuan marbotnya.
2. Masjid dimana marbotnya memiliki hubungan dengan kelompok yang mendukung ISIS namun jamaahnya tidak
3. Masjid pribadi dimana marbot dan jamaahnya mendukung kelompok ISIS
"Bagi kelompok radikal, pertemuan langsung merupakan hal yang penting, karena mereka baru bisa membangun saling percaya setelah bertemu muka langsung," kata Bhakti.
"Mereka tidak melakukannya online, karena online bisa jadi siapa saja." (*)