TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyatakan saat ini laporan pertanggungjawaban dana desa tidak dikelola dengan baik.
Hal tersebut diungkapkan oleh Deputi Bidang Pencegahan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Pahala Nainggolan, Jumat (4/8/2017).
Menurut Pahala, sejak awal dikucurkan anggaran dana desa pada tahun 2015 lalu, Kemendes PDTT hanya fokus di proses penyaluran.
Padahal seharusnya soal laporan pertanggungjawaban juga penting dan harus diselesaikan dengan baik.
"KPK menemukan bahwa Siskeudes (Sistem Keuangan Desa), aplikasi sederhana untuk pertanggungjawaban laporan keuangan itu, ternyata sampai pada kuartal pertama, KPK menemukan baru digunakan 30 persen," ungkap Pahala.
Pahala juga membeberkan penyebab laporan pertanggungjawaban dana desa tidak dikelola dengan baik, ialah karena peran dari pejabat daerah yang bertanggung jawab atas pengelolaan dana desa tersebut belum maksimal.
"Peran Inspektorat Kabupaten, Kemendagri, Kemendes kita tanya yang mengelola siapa. Oh inspektorat. Di cek ke Inspektorat, anda cek enggak dana desa? Dia (Inspektorat) bilang, kami punya 31 program yang harus diaudit pak, kalau tambah dana desa ya, susah bener," tegasnya.
Atas hal ini, KPK meminta Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) untuk mendorong percepatan audit laporan pertanggungjawaban dana desa.
Diketahui baru-baru ini KPK menangkap Kajari, Bupati, Inspektur Inspektorat, hingga Kepala Desa di Kabupaten Pamekasan, Madura, Jawa Timur.
Pejabat daerah tersebut diduga kompak untuk mengamankan serta menghentikan perkara penyimpangan dana desa yang sedang dalam proses penyidikan Kejaksaan Negeri (Kejari) Pamekasan.
Untuk menghentikan perkara tersebut, Kajari dan sejumlah Pejabat Pemkab Pamekasan membuat kesepakatan dengan membayar uang suap Rp 250 juta.