Bahkan rekaman percakapan itu mencapai ukuran 500 gigabyte.
Wakil Ketua Komisi III Mulfachri Harahap menilai Johanes Marliem tidak punya wewenang untuk menyadap percakapan Novanto.
Karena itu Mulfachri peringatkan aparat penegak hukum dalam memproses bukti suara tersebut.
"Butuh proses yang panjang validasi dan seterusnya paling tidak untuk proses awal. Dia tidak punya kewenangan apa yang ada di dia sekarang," ujar Mulfachri Harahap di gedung DPR/MPR RI, Jakarta, Kamis (20/7/2017) lalu.
Baca Berita Terkait: Anggota DPR Heran Seorang Pengusaha di Amerika Punya Bukti Rekaman Setya Novanto
Mulfachri meminta aparat hukum juga berhati-hati terhadap informasi yang diberikan dari Johanes Marliem.
Hal ini mengingat keterlibatan Johanes juga sebagai peserta vendor e-KTP.
"Kita tidak bisa menelan mentah-mentah apa yang disampaikan Johanes Marlin. Kita tahu Johanes Marlin yang juga ikut berpartisipasi dalam vendor dan dia kalah," ungkap Mulfachri
Politisi PAN ini juga mengimbau agar KPK yang rencananya akan menyambangi Johanes Marliem ke Amerika Serikat agar waspada.
Karena Johanes tidak punya kepentingan menyimpan bukti rekaman tersebut.
"Paling tidak aparat berkepentingan apa yang dimiliki Johanes Marlin mengambil hati-hati dalam hasil rekaman itu," kata Mulfachri.
Tanggapan KPK
Meninggalnya Johannes Marliem di Amerika Serikat yang diduga bunuh diri, dimana yang bersangkutan merupakan saksi kunci korupsi e-KTP dipastikan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) penyidikan korupsi e-KTP akan tetap berjalan.
"‎Untuk penanganan perkara e-KTP kami punya bukti kuat, penyidikan e-KTP untuk dua tersangka SN (Setya Novanto) dan MN (Markus Nari) tetap jalan," tegas Juru Bicara KPK, Febri Diansyah, Jumat (11/8/2017) di KPK, Kuningan, Jakarta Selatan.