TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Memvonis suatu insiden sebagai pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) berat tidak bisa dilakukan sembarangan menurut Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam), Wiranto.
Ia menyebut harus ada sejumlah unsur yang terpenuhi agar bisa disebut pelanggaran HAM berat.
Sayangnya, saat ini masyarakat dan kuam intelektual banyak yang terlalu gampang memberikan label pelanggaran HAM berat atas insiden tertentu.
Dalam pemaparannya di hadapan peserta Lembaga Pertahanan Nasional (Lemhanas), di Auditorium Lemhanas, Jakarta Pusat, Jumat (11/8/2017), Wiranto menyebut hal itu terjadi pada peristiwa Deiyai, Papua, yang terjadi pada hari Selasa lalu (1/8/2017).
"Ini baru saja di Deiyai ini, langsung Washington Post segala macam (menulis) terjadi pelanggaran HAM berat. Saya susahnya bukan main," katanya.
Dikutip dari kronologi yang ia dapatkan dari Gereja Kemah Injil (Kingmi) di Tanah Papua, peristiwa tersebut berawal saat seorang warga Deiyai, Kasianus Douw, tenggelam di sungai.
Baca: Wiranto Ingatkan Agar Masalah HAM Tidak Dijadikan Alat Politik
Warga kemudian meminta tolong perusahaan PT. Putra Dewa Paniai, untuk dipinjamkan mobil agar korban bisa diantar ke rumah sakit segera.
Namun perusahaan menolak.
Kasianus Douw akhirnya meninggal dalam perjalanan.
Warga yang murka kemudian menyerbu kantor perusahaan tersebut, hingga akhirnya tokoh masyarakat bisa meredam kericuhan.
Suasana kembali panas ketika sejumlah anggota Brimob Polri datang, warga kemudian mengejar Polisi-Polisi tersebut dengan berbagai senjata, termasuk panah.
Alhasil sejumlah tembakan dikeluarkan poleh anggota Brimob, salah satu peluru menyebabkan Yulianus Pigai tewas.
"Itu karena ada orang tenggelam minta tolong, tidak ditolong, kemudian mati. (Warga) mengamuk, polisi datang melerai, kemudian polisi diserang," ujarnya.
"(Polisi) Nembak tidak direncanakan, tidak ada genosida, tidak ada 'crimes against humanity' (Red: kejahatan terhadap kemanusiaan), bukan kelanjutan dari policy (red: kebijakan) negara, (disebut) peanggaran HAM berat, padahal itu kriminal, tindak pidana biasa, yang nembak dihukum, selesai sebenarnya," ujar Wiranto.
Wiranto menganggap untuk menyimpulkan suatu peristiwa sebagai pelanggaran HAM berat, harus memenuhi sejumlah unsur.
Antara lain peristiwa kejahtan itu harus bersifat terencana dan masif, yang merupakan kelanjutan dari kebijakan negara.
Sampai peristiwa di Deiyai dianggap sebagai pelanggaran HAM, ia curiga hal itu disebabkan karena ada kelompok tertentu yang punya kepentingan terhadap Papua.
Oleh karena itu masalah pelanggaran HAM, ketidak adilan dan sejumlah hal terkait lainnya di Papua, terus digaungkan.