TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Umurnya memang sudah tidak muda lagi, 63 tahun, tapi semangatnya mencari rezeki tak pernah surut.
Panasnya terik matahari tidak membuat seorang lelaki tua untuk duduk beristrahat.
Namun dengan langkah penuh semangat, ia terus mendorong gerobak tuanya menuju tempat sampah.
Satu per satu ia memungut botol dan gelas plastik serta kaleng bekas minuman yang kemudian ia masukkan ke karung di atas gerobak tuanya.
Setelah rongsokan terkumpul banyak, lelaki yang bernama Muahir Ladari ini membawanya ke penadah untuk dijual.
Uang tersebut kemudian ia gunakan untuk memenuhi kebutuhannya sehari-hari bersama istri dan kelima orang anaknya yang masih kecil.
Sosok itu bernama Muahir Ladari.
Namun siapa yang akan menyangka, lelaki pemulung ini rupanya seorang veteran Seroja yang pernah bertugas di Kota Dili Timor Timur pada tahun 1975 lalu.
“Ya, cuman ini pekerjaan yang saya bisa lakukan,” kata Muahir sambil mendorong gerobaknya, Sabtu (12/8/2017).
Saat beristirahat di rumahnya yang sederhana di Kelurahan Wangkanapi, Kecamatan Wolio, Kota Baubau, Sulawesi Tenggara, Muahir menceritakan kisahnya saat menyandang status veteran dari negara.
“Mulanya saya hanya warga biasa. Waktu saya membantu TNI, saya membantu angkut barang tukang cuci, tukang masak TNI. Terakhir di bengkel militer dan persenjataan militer,” ujarnya.
Atas loyalitasnya, tahun 2008, Muahir kemudian mendapatkan surat pengesahan sebagai Veteran Pembela Kemerdekaan dari Menteri Pertahanan yang saat itu dijabat Juwono Sudarsono.
“Saya sangat berterima kasih kepada pemerintah, saya mendapat perhatian dari pemerintah, saya dapat dana kehormatan veteran setiap bulannya Rp 750.000,” ucap Muahir.
Saat ini, rumahnya yang sederhana ini sedang direnovasi karena masuk ke program renovasi rumah veteran dari TNI.
Walau demikian, Muahir tidak malu bekerja sebagai pemulung untuk mencari penghasilan tambahan demi memenuhi kebutuhan keluarganya.
Operasi Seroja
Operasi Seroja dimulai pada tanggal 7 Desember 1975 ketika militer Indonesia masuk ke Timor Timur dengan alasan anti-kolonialisme.
Penggulingan pemerintahan Fretilin yang tengah populer dan singkat memicu pendudukan selama seperempat abad dengan kekerasan di mana sekitar 100-180.000 tentara dan warga sipil diperkirakan tewas atau menderita kelaparan.
(Artikel ini sebelumnya tayang di Kompas.com dengan judul "Kisah Seorang Veteran Seroja yang Menjadi Pemulung")