TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA --- Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Marsudi Syuhud, mengaku tidak yakin santri di Lumajang, Jawa Timur meneriakan kata-kata 'bunuh menteri'.
Ia menyebut pernyataan para santri yang videonya sudah beredar luas, tidak terdengar begitu jelas.
"Kalimatnya tidak clear (red: jelas), itu lah kalimatnya apa membunuh, apa mundur, apa gusur," ujarnya kepada wartawan di restoran Bumbu Desa, Cikini, Jakarta Pusat, Selasa (15/8/2017).
Baca: Flakka, Narkoba Jenis Baru yang Jadi Incaran Khusus BNN
Peristiwa di mana santri meneriakan protes untuk sang menteri, yang videonya beredar luas itu, menurut Marsudi Syuhud, terjadi saat mereka hendak menghadiri acara istigosah yang digelar NU di Lumajang.
Ia mengatakan saat istigosah digelar, tidak ada peristiwa yang menonjol.
"Itu orang lagi mau berangkat menuju istigosah, ketika di istigosah, tidak apa-apa," jelasnya.
Hubungan PBNU dengan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Muhammad Nasir, memang tengah renggang.
Pasalnya PBNU menolak dengan keras kebijakan 'Full Day School' (FDS) yang digagas sang menteri. Kebijakan tersebut, dikhawatirkan mengancam keberadaan madrasah diniyah.
Baca: Karpet Merah Hingga Bubur Lemu Akan Sambut Presiden Jokowi, Begini Persiapan Sidang Paripurna MPR
Kebijakan FDS mengharuskan siswa bersekolah dari pagi hingga sore hari, selama lima hari kerja.
Menurut Marsudi Syuhud, di kantong-kantong NU, siswa umunya menimba pendidikan di sekolah umum pada pagi hingga siang hari, dan meneruskan pendidikan madrasah diniyah pada siang hingga sore hari.
"Ini adalah anak-anak seklah yang tidak punya kesempatan mondok di pesantren. Dia sekolahnya pagi sekolah, sore madrasah," terangnya
Marsudi Syuhud mengaku terbuka jika ada pihak-pihak tertentu yang menduga santri-santrinya meneriakkan kalimat tidak pantas untuk sang menteri. Ia menegaskan PBNU siap atas upaya tersebut.