Laporan wartawan Tribunnews.com, Eri Komar Sinaga
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Direktur PT Semangat Jaya Baru, Nazwir Anas mengatakan perusahaannya menggunakan prosedur resmi untuk memfasilitasi warga negara asing (WNA) mendapatkan calling visa di Kedutaan Besar RI Kuala Lumpur, Malaysia.
Perusahaan Nazwir yang bergerak di bidang perdagangan pakaian jadi atau garmen itu memfasilitasi pelanggannya yang berkewarganegaraan Nigeria, Mali, Guniea, dan Sierra Elone untuk mengajukan permohonan calling visa.
Baca: Atase Imigrasi KBRI Kuala Lumpur Dwi Widodo Pernah Lolos Dari Penggerebekan KPK Malaysia
Berdasarkan aturan, calling visa diberikan kepada warga negara asal yang berprofesi sebagai dosen/pengajar, mahasiswa, tenaga ahli, investor atau pekerja setingkat menteri termasuk suami/istri dan anak-anaknya.
"Kalau bisnis bisa. Kita kan hanya bisnis saja," kata Nazwir Anas saat bersaksi untuk terdakwa Atase Imigasi KBRI Kuala Lumpur, Dwi Widodo di Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Rabu (16/8/2018).
Baca: Fahri Hamzah Sebut Setya Novanto Sudah Kelihatan Lemas Sejak Pagi
Nazwar tidak menampik jika yang dia fasilitasi tersebut adalah pedagang.
Akan tetapi, Nazwar mengungkapkan dia meneliti latar belakang para warga negara asing itu.
Nazwir mengkalim penelitian itu dilakukan agar WNA tersebut tidak menimbulkan masalah.
"Itu kita teliti dong. Mereka jangan bermasalah," kata dia.
Perusahaan milik Nazwar kemudian membuat surat pertanggungjawaban sponsor atas nama pemohon calling visa dan surat kepada Duta Besar RI up Atase Imigrasi di Kuala Lumpur perihal undangan sponsor.
Baca: Setya Novanto Tidak Pimpin Rapat Pembukaan Masa Sidang DPR Karena Vertigo
Dalam dakwaan, Nazwar tidak menggunakan prosedur resmi untuk mengurus calling visa tersebut.
Dia justru mengirim berkas para WNA tersebut ke surat elektronik atau e-mail pribadi Dwi Widodo.
Sekadar informasi, Dwi Widodo didakwa menerima hadiah Rp 524.350.000, voucher hotel senilai Rp 10.807.102 dan RM 63.500 (Ringgit Malaysia).
Hadiah tersebut diberikan sebagai imbalan atau fee pengurusan 'calling visa' di KBRI Kuala Lumpur yang berasal dari negara-negara rawan dan fee dari pembuatan paspor metode 'reach out' untuk para TKI di Malaysia.
Atas perbuatannya, Dwi Widodo didakwa melanggar Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi juncto Pasal 65 ayat 1 KUHPidana.