News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Suap di Kementerian Perhubungan

Tonny Budiono Menjadi Dirjen Hubla Kedua yang Terima Suap dan Ditahan KPK

Penulis: Srihandriatmo Malau
Editor: Sanusi
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Dirjen Perhubungan Laut (Hubla) Kemenhub Antonius Tonny Budiono keluar dari gedung KPK Jakarta memakai rompi tahanan usai menjalani pemeriksaan, Jumat (25/8/2017). Antonius Tonny Budiono ditahan KPK terkait kasus suap tender pemenangan pengerukan Pelabuhan Tanjung Mas Semarang. TRIBUNNEWS/HERUDIN

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Direktur Jenderal (Dirjen) Perhubungan Laut (Ditjen Hubla), Antonius Tonny Budiono (ATB) resmi mendekam di tahanan Rutan Guntur, Jakarta Selatan, akibat terjaring operasi tangkap tangan (OTT) Komisi Pemberantasan Korupsi KPK).

Ditemui usai menjalani pemeriksaan, Jumat (25/8/2017) dini hari, Antonius Tonny Budiono sempat mengaku ditangkap tim KPK saat tengah tertidur pulas.

Dia ditangkap di mess Perwira Dirjen Hubla di Jalan Gunung Sahari, Jakarta Pusat pada Rabu (23/8/2017) malam.

Baca: Dirjen Hubla Bantah Uang Suap Rp 20 Miliar Mengalir ke Menhub

Ia terjaring dalam OTT terkait dengan perizinan dan pengadaan proyek-proyek di lingkungan Ditjen Perhubungan Laut (Hubla) tahun anggaran 2016-2017.

Dari hasil OTT, penyidik menyita sejumlah uang dan kartu ATM di kediaman ATB di Gunung Sahari, Jakarta Pusat. Disana ada empat kartu ATM dari tiga bank penerbit berbeda dalam penguasaan Antonius Tonny Budiono.

Selain itu ada juga 33 tas berisi uang dalam pecahan mata uang Rupiah, US Dolar, Poundsterling, Euro, Ringgit Malaysia, senilai total Rp 18,9 miliar dan dalam rekening Bank Mandiri terdapat sisa saldo Rp 1,174 miliar. Sehingga, total uang yang ditemukan di rumah ATB totalnya Rp 20 miliar.

Diduga pemberian uang oleh Adiputra Kurniawan kepada Antonius Tonny Budiono terkait dengan pekerjaan Pengerukan Pelabuhan Tanjung Mas Semarang, Jawa Tengah.

Dalam catatan Tribunnews.com, Tonny Budiono bukanlah Dirjen Hubla pertama yang ditangkap dan ditahan KPK.

Sebelumnya, Dirjen Hubla yang digantikannya yakni Bobby Reynold Mamahit juga terkait kasus korupsi dan ditahan KPK.

Setelah Bobby menjalani pemeriksaan pertama sebagai tersangka kasus dugaan korupsi pengadaan balai pelatihan pelayaran di Sorong yang dibiayai APBN 2011, Selasa (16/2/2016).

Bobby menjadi tersangka saat menjabat sebagai Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia Perhubungan (BPSDMP) Kemenhub yang menjadi Kuasa Pengguna Anggaran dalam pengadaan Pembangunan Balai Pendidikan dan Pelatihan Ilmu Pelayaran (BP2IP) Tahap III Kementerian Perhubungan di Sorong, Papua Barat, tahun anggaran 2011.

Selain Bobby, KPK juga sudah menetapkan Djoko Pramono selaku Kepala Pusat Pengembangan Sumber Daya Manusia Laut sebagai tersangka.

Keduanya diduga melanggar pasal 2 ayat 1 atau pasal 3 jo pasal 18 UU No 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHPidana.

Dalam dakwaan mantan General Manager PT Hutama Karya Budi Rachmat Kurniawan dalam kasus yang sama, disebutkan bahwa Budi meminta bantuan Bobby dan Djoko sebagai Kuasa Pengguna Anggaran dalam proyek tersebut untuk memenangkan PT Hutama Karya dalam lelang.

Bobby lalu mengarahkan terdakwa untuk menemui Djoko Pramono meski diketahui PT Hutama Karya sebelumnya tidak pernah mengikuti kegiatan lelang pembangunan diklat Ilmu Pelayaran (rating school) di Sorong tahap I dan II dan mendapatkan 10 persen fee dari nilai kontrak yang diserahkan kepada Kuasa Pengguna Anggaran, Pejabat Pembuat Komitmen dan pihak lain yang terlibat.

Budi dengan Bobby dan Djoko kembali bertemu setelah PT HK dibatalkan kemenangannya pada lelang. Kalahnya PT HK karena PT Panca Duta Karya Abadi mengajukan sanggahan dengan alasan sistem penilaian panitia lelang tidak menggunakan sistem gugur sesuai dokumen RKS yang kemudian diterima Itjen Kemenhub. Budi meminta Bobby dan Djoko Pramono agar PT HK tetap dimenangkan.

Atas perannya, Bobby mendapatkan Rp 480 juta sedangkan Djoko Pramono memperoleh Rp 620 juta dari total kerugian negara seluruhnya Rp 40,193 miliar yang diperoleh dari selisih nilai pekerjaan yang diserahkan kepada subkon (Rp 19,462 miliar), kontrak PT Hutama Karya dengan subkontraktor fiktif (Rp 10,238 miliar), penggelembungan biaya operasional (Rp 7,4 miliar) dan kekurangan volume pekerjaan (Rp 3,09 miliar).

Terkait perkara ini, Budi Rachmat Kurniawan, Pejabat Pembuat Komitmen Sugiarto dan Ketua Panitia Pengadaan Irawan juga menunggu vonis.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini