TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Beberapa waktu belakangan warga Jabodetabek kerap mengeluhkan panas terik dan angin yang berhembus kencang.
Kepala Sub Bidang Informasi Meteorologi BMKG Hary Tirto Djatmiko menyebut saat ini wilayah Indonesia memang sudah berada di bulan puncak musim kemarau.
Namun kata Hary musim kemarau pada tahun 2017 ini tidak sekering tahun 2015 dan tidak sebasah tahun 2016.
"Puncak musim kemarau diperkirakan antara bulan Juli – Agustus – September. Sehingga saat ini kita berada di bulan puncak musim kemarau,"kata Hary dalam pernyataan persnya, Minggu(27/8/2017).
Secara umum lanjut Hary pada musim kemarau maupun puncak musim kemarau, pola bergerakan massa udara dan angin berasal dan datang dari sebelah Tenggara (Australia).
Secara klimatologis dan normalnya pola tekanan udara di wilayah Australia lebih tinggi dibandingkan di wilayah Asia, kondisi saat di wilayah Australia berkisar 1026 mb sedangkan di wilayah Asia berkisar 1002 mb.
Selisih tekanan udara yang cukup besar ini menurut Hary yang meningkatkan dan menguatkan tarikan massa udara dan kecepatan angin di sekitar Indonesia terutama di sebelah Selatan Khatulistiwa Indonesia (Jawa, Bali dan Nusa Tenggara).
Hal ini mengingat sifat massa udara yang bergerak dari daerah yang memiliki tekanan udara yang tinggi menuju daerah yang memiliki tekanan lebih rendah.
Semakin tinggi selisih tekanan udara antara 2 daerah, maka kecepatan gerak massa udara juga akan semakin tinggi
"Pola angin saat ini di wilayah Jawa, Bali hingga Nusa Tenggara mengalami kenaikan, bertiup dari arah Timur – Tenggara dengan kecepatan berkisar antara 15 – 30 knots (30 – 55 km/jam). Fenomena ini akan berlangsung hingga 2-3 hari ke depan"ujar Hary.
Ditambah lagi sekarang kata Haru ada siklon tropis "PAKHAR" yang berada di Laut China sebelah Barat Philipina.
""Hal ini ikut memperkuat aliran angin dari Selatan yang menyeberang ke Indonesia, khususnya Jawa, Bali dan Nusa Tenggara"ujarnya.