TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - PT Freeport Indonesia (Freeport) sudah tercatat beberapa kali tidak mengikuti aturan renegosiasi kontrak dari pemerintah.
Pemerintah bahkan pernah mengizinkan Freeport untuk ekspor konsentrat selama enam bulan walaupun belum jadi Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK).
Menteri Koordinator bidang Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan menegaskan pemerintah sudah menyiapkan sejumlah hukuman bagi Freeport.
Baca: Menteri Tjahjo Tegaskan Dana Bantuan Parpol Tidak Alami Kenaikan
Hal itu diberikan jika Freeport kembali melakukan pelanggaran.
"Kalau sudah ada perjanjian bisnis, ada (hukuman) dong," ujar Luhut di kantor Kemenko bidang Kemaritiman, Jakarta, Selasa (29/8/2017).
Luhut menyebutkan pemerintah bisa memberikan penalti jika renegosiasi kontrak yang disepakati Freeport dilanggar.
Menurut Luhut hukumannya bisa berupa perdata atau bahkan pidana.
VIDEO: Detik-detik Mobil Brio Merah Masuk Jurang, Sempat Tabrak Pembatan Jalan - Tribunpekanbaru.com
Detik-detik TKP Kasus Subang Digaris Polisi, Sempat Ada 2 Wanita Cengengesan Intip Lokasi Pembunuhan
Baca: Saksi Buni Yani: Teman-teman Non-Muslim Marah, Ahok Bicara Sudah Menyakiti Umat Muslim
"Kalau kau enggak menuhin ini, akan kena penalti ini, bisa pidana, bisa perdata," ungkap Luhut.
Sebelumnya diberitakan Freeport sepakat akan menawarkan sahamnya (divestasi) sebesar 51 persen.
Hal itu memberikan kesempatan pemerintah menguasai saham mayoritas perusahaan tambang asal Amerika Serikat itu.
Dalam renegosiasi tersebut, Freeport jugasepakat membangun fasilitas pengolahan dan pemurnian (smelter) selama 5 tahun, atau selambat-lambatnya harus selesai pada Oktober 2022.
Selain itu renegosiasi juga sepakat persoalan stabilitas penerimaan negara.
Dalam hal ini penerimaan negara setelah Freeport berstatus IUPK secara agregat harus lebih besar dibanding sebelumnya berstatus kontrak karya.