TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Presiden Joko Widodo telah mengeluarkan pernyataan resmi pemerintah terkait konflik Rohingya di Myanmar.
Pernyataan tersebut dirilis juga di fanpage akun jejaring sosial Facebook milik Presiden Jokowi pada 3 September 2017.
Salah satu pernyataan Jokowi dalam rilis tersebut mendapat sentilan dan sindiran dari pengguna Facebook bernama Azzam Mujahid Izzulhaq.
Berikut statement Jokowi yang disoroti akun Azzam:
"Pemerintah Indonesia juga telah membangun sekolah di Rakhine State dan segera akan membangun rumah sakit yang akan dimulai bulan Oktober yang akan datang di Rakhine State."
Kritik dan sindiran tersebut dilontarkan akun Azzam dalam statusnya.
Berikut postingan akun Azzam:
"(Pemerintah, disambungkan dari statement sebelumnya yg mengklaim telah membantu obat-obatan sebanyak 10 kontainer) telah membangun sekolah di Rakhine State dan akan segera membangun rumah sakit pada bulan Oktober yg akan datang", ujar Presiden Republik Indonesia di Istana Merdeka, Minggu (3/9).
Benarkah pemerintah membangun sekolah di Rohingya (Rakhine State)?
Ternyata, sekolah yg diresmikan pada Januari 2017 itu terletak di Desa La Ma Chae dan Desa Thet Kay Pyia Ywar Ma. Sekolah-sekolah ini dibangun dari hasil sumbangan kemanusiaan masyarakat Indonesia yg dikoordinasi oleh Pos Keadilan Peduli Ummat (PKPU), salah satu anggota Aliansi Lembaga Kemanusiaan Indonesia (ALKI) yg aktif memberikan bantuan kemanusiaan di Myanmar.
Rumah Sakit? Pemerintah yg juga akan bangun?
Saya aminkan. Tapi, jika juga hanya klaim dari program Medical Emergency and Resque Commitee (MERC) yang juga dananya dari masyarakat Indonesia. Ya, sama saja.
Kita perhatikan dan kawal saja. Setidaknya, dengan transparansi ini, pemerintah jadi tidak mudah klaim sana sini.
Pernah mendengar 1.000 ton beras bantuan untuk Somalia Juni 2017 lalu yg juga diklaim pemerintah?
Padahal, 1.000 ton beras untuk rakyat Somalia ini hasil sumbangan kemanusiaan masyarakat melalui Aksi Cepat Tanggap (ACT).
Dengan seperti ini sebetulnya sekali lagi, kita tidak perlu meminta dan mengiba pemerintah untuk kemudian peduli kepada tragedi kemanusiaan yg terjadi. Kita mampu. Kita bisa tanpa mereka.
Demikian status Azzam yang ditulis pada Senin (4/9/2017).
Berdasarkan penelusuran TRIBUNNEWS pada situs resmi PKPU di www.pkpu.org, PKPU resmi terdaftar sebagai Organisasi Sosial Nasional pada 29 Januari 2010.
Hal ini berdasarkan Keputusan Menteri RI No. 08/Huk/2010, serta pada 8 Oktober 2010 terdaftar di UNI Eropa dengan nomor registrasi EuropeAid ID No. 2010-CSD-1203198618.
Setelah melakukan spin off pada awal tahun 2016, PKPU berfokus mengelola dana kemanusiaan, dan pada akhir tahun 2016 merubah nama menjadi PKPU Human Initiative.
PKPU sendiri merupakan salah satu badan yang tergabung dalam organisasi Aliansi Kemanusiaan Indonesia untuk Myanmar (AKIM).
AKIM diluncurkan oleh Menteri Luar Negeri Indonesia Retno Marsudi.
AKIM adalah sebuah badan yang terdiri dari 11 organisasi kemasyarakatan untuk memberikan bantuan kemanusiaan ke Rakhine.
Salah seorang netizen pengguna akun Reza Eddo Permono menegaskan hal tersebut kepada netizen dengan akun Azzam terkait statusnya.
"Lho menurutku kalau koalisi 11 LSM (termasuk PKPU) yang tergabung dalam AKIM dengan pemerintah menyalurkan bantuan yo wajar saja diwakili pemerintah indonesia yang punya akses birokrasi dan diplomatik, tinggal diluaskan saja pandangannya bahwa apapun yang dilakukan itu dari Indonesia, kalo ada yang tidak ikhlas campur tangan pemerintah ya kirim bantuan dan temui para pengungsi sendiri dengan risiko keamanan ditanggung sendiri, kira-kira apa bisa? Tidak ada gunanya saling klaim, dukung saja pemimpinnya sudah membuka kebijakan pemerintah yang bagus, sinergikan dengan elemen yang ada. Itu menurut saya lebih baik," tutur akun Reza.
Terkait sekolah yang dibangun pemerintah di Rakhine State, Kompas.com pernah memberitakan dengan judul: Indonesia Bangun Dua Sekolah di Rhakine Myanmar yang dipublikasikan pada 22 Januari 2017.
Dilansir dari pemberitaan tersebut, Indonesia mendirikan dua sekolah di Negara Bagian Rhakine, Myanmar.
Menteri Luar Negeri Retno Marsudi mengatakan, pendirian sekolah merupakan bagian dari komitmen Indonesia dalam mendukung pembangunan inklusif di Myanmar.
Hal itu disampaikan Retno setelah acara peresmian dua sekolah dasar bantuan Indonesia di Rakhine State, Myanmar, Sabtu 21 Januari silam.
"Pembangunan dua sekolah ini adalah bagian dari komitmen Indonesia untuk mendukung pembangunan yang inklusif di Myanmar, utamanya di sektor pendidikan," kata Retno melalui keterangan tertulis Kemlu, Minggu (22/1/2017).
Dua sekolah yang mendapat bantuan dari Indonesia terletak di Desa La Ma Chae dan Desa Thet Kay Pyia Ywar Ma.
Sekolah itu dibangun dari hasil sumbangan kemanusiaan masyarakat Indonesia yang dikoordinir oleh Pos Keadilan Peduli Ummah (PKPU), salah satu anggota Aliansi Lembaga Kemanusiaan Indonesia (ALKI) yang aktif memberikan bantuan kemanusiaan di Myanmar.
"Pembangunan dua sekolah ini merupakan refleksi konkret dari solidaritas masyarakat Indonesia terhadap saudara-saudaranya di Myanmar," ujar Retno.
Dalam kesempatan itu, Retno menyebutkan, pembangunan suatu komunitas dan bangsa berawal dari pendidikan yang baik.
Atas dasar itu, lanjut Retno, bidang pendidikan menjadi salah satu fokus bantuan Indonesia kepada Myanmar khususnya di Rakhine.
Retno berharap, kedua sekolah itu dapat memberikan manfaat bagi semua komunitas di Sittwe.
“Melalui sekolah ini, saya berharap bahwa anak-anak di Rakhine State tidak saja mendapat pendidikan formal, tetapi juga belajar mengenai keberagaman dan toleransi serta menumbuhkan budaya damai dan pluralisme," ucap Retno.
Acara peresmian dihadiri oleh Menteri Sosial dan Kesejahteraan, Chief Minister Rakhine, Pejabat Kementerian Pendidikan Myanmar, serta perwakilan beberapa organisasi kemanusiaan Indonesia.
Dalam sambutannya, Chief Minister Rakhine State, U Nyi Pu, menyampaikan terima kasih kepada rakyat dan Pemerintah Indonesia atas pembangunan sekolah tersebut serta berbagai bantuan kemanusiaan lainnya.
Selain pembangunan dan penyediaan fasilitas sekolah, Indonesia juga akan memberikan pelatihan untuk meningkatkan kapasitas guru-guru yang akan dilakukan di Sekolah Indonesia International School Yangon.
Dengan peresmian dua sekolah baru ini, maka sejak 2014 sudah enam sekolah yang dibangun oleh Indonesia di Rakhine State.