News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Pengurus NU Amerika Serikat Nilai HTI Jalan Alternatif Orang yang Kecewa Dengan Pemerintah

Penulis: Rina Ayu Panca Rini
Editor: Ferdinand Waskita
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Akhmad Sahal (baju putih) saat menjadi narasumber peluncuran buku Indeks Negara Hukum Indonesia 2016, di The Akmani Hotel, Jakarta Pusat, Selasa (5/9/2017).

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA--Pengurus Cabang Istimewa Nahdatul Ulama (PCINU) Amerika Serikat Akhmad Sahal berkomentar mengenai Hizbut Tahrir Indonesia (HTI)

Sahal menyatakan pemikiran HTI untuk membuat negara sendiri berlandaskan negara Syariah, berasal kekecewaan terhadap Pemerintahan yang berjalan.

"Kenapa orang mencari alternatif itu karena ya sekarang, demokrasi sekarang ini mengecewakan. Korupsi masih di mana-mana. Kita harus mengakui fakta itu bahwa orang kecewa dan mencari alternatif," ujar kandidat PhD University of Pennsylvania, Selasa (5/9/2017).

Baca: Pemuda Muhammadiyah Yakin KPK Akan Menang Hadapi Praperadilan Setya Novanto

Ia tidak yakin saat demokrasi membaik, kemakmuran merata, korupsi menurun, orang akan mencari jalan alternatif.

"Jualan utopia itu enggak laku, ngapain kita harus begitu, wong kita sudah bagus hidupnya. HTI itu bisa menjadi bahan bagi pemerintah untuk mengawas diri," imbuhnya.

"Kita juga harus mewaspadai ide-ide mereka (HTI) tapi kita juga harus mengawas diri, Self-criticism memang banyak yang kecewa terhadap realita Pemerintahan sekarang," terang Sahal.

Baca: Ganjar Pranowo: Candi Borobudur Kok Mau Dikepung, Mau Apa?

Ia menyatakan apa yang dikatakan bahwa HTI melakukan brain wash dalam merekrut jemaah, juga tidak akan berhasil apabila kenyataan hidup yang ditemui memuaskan.

"Jadi harusnya Pemerintah berterimakasih sama HTI, ada yang mengingatkan kenyataan hidup belum berjalan baik," ujar Sahal.

Ia mengaku mendukung Pemerintah untuk memperlakukan Perppu Ormas.

"Saya dukung Perppu Ormas, lebih efektif dibanding UU sebelumnya, tapi sekarang nasibnya di DPR belum tahu bagaimana," tambah Sahal.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini