News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Senator Filep Respons Problematika Dosen, Soal Tunjangan Kinerja hingga Beban Administrasi

Penulis: Hasanudin Aco
Editor: Wahyu Aji
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Ketua Komite III DPD RI, Dr. Filep Wamafma, SH, MHum

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua Komite III DPD RI, Dr. Filep Wamafma, SH, MHum menanggapi problematika yang dihadapi kalangan dosen di Indonesia.

Diantaranya terkait tunjangan kinerja (tukin), beban administrasi hingga ketentuan jam kerja dosen.

Filep menekankan bahwa tukin dosen ASN merupakan komponen penting untuk meningkatkan kesejahteraan dan produktivitas dosen.

 

Menurutnya, ketidaksesuaian dalam regulasi dan keterbatasan anggaran menjadi hambatan utama dalam realisasi kebijakan ini.

“Pada permasalahan ini, penyusunan Peraturan Presiden (red, Perpres), harmonisasi regulasi, penguatan anggaran, dan revisi kebijakan merupakan solusi konkret yang harus segera dilakukan. Karena realisasi tunjangan kinerja akan linier dengan upaya menciptakan ekosistem pendidikan tinggi yang lebih sehat, produktif, dan berintegritas,” ujar Filep dalam keterangannya, Selasa (7/1/2025).

Pasalnya, lanjut Filep, dosen yang berstatus sebagai ASN di lingkungan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemdikbud Ristek) hingga saat ini belum sepenuhnya menerima tunjangan kinerja.

Kondisi ini berbanding terbalik dengan ASN di kementerian lain yang telah menerima tunjangan tersebut sesuai dengan peraturan yang berlaku.

“Dosen berstatus ASN sempat dijanjikan mendapatkan tunjangan kinerja mulai 2025. Namun, realisasi kebijakan ini menghadapi kendala anggaran karena Kementerian Keuangan tidak mengakui tunjangan kinerja untuk dosen, diantaranya soal perubahan nomenklatur. Tunjangan ini hanya diakui untuk pegawai kementerian. Sementara itu, Mendiksaintek menyebut, draft Perpres mengenai tunjangan kinerja dosen sedang disiapkan sebagai bagian dari program 100 hari Kemendiktisaintek,” katanya.

“Di sisi lain, tuntutan pembayaran tukin ini juga mencuat dari ADAKSI di awal tahun ini. Kritik soal ketidakpastian kebijakan ini mendesak pemerintah segera merealisasikan pembayaran tukin yang tertunda sejak 2020. Kondisi ini menyebabkan banyak dosen ASN bergantung pada honor tambahan dari tugas dinas, seperti seminar/workshop. Sedangkan, keterlambatan pembayaran tukin juga berdampak pada kesejahteraan dosen dan berisiko menurunkan kualitas ekosistem pendidikan tinggi,” sambung senator Papua Barat itu.

Oleh sebab itu, Filep menekankan penerbitan Perpres harus mencakup mekanisme pemberian tukin yang sesuai dengan karakteristik profesi dosen.

Diperlukan juga harmonisasi regulasi antara Kemdikbud Ristek dengan Kementerian Keuangan diperlukan agar anggaran dapat dialokasikan secara efektif. Selain itu, evaluasi terhadap kemampuan anggaran negara juga perlu dilakukan secara transparan.

“Penyusunan skema pembayaran tunjangan kinerja dapat dimulai dengan pemberian secara bertahap berdasarkan prioritas tertentu. Misalnya, berdasarkan jabatan fungsional atau beban kerja. Langkah ini dapat mengurangi beban keuangan negara sekaligus memberikan manfaat langsung kepada dosen ASN yang membutuhkan,” sebutnya.

”Tak kalah penting juga, perlu penguatan alokasi anggaran di tingkat legislatif yakni Banggar DPR. Dukungan legislatif dapat mempercepat proses pengesahan anggaran sehingga tukin dapat direalisasikan sesuai target. Ini dapat didukung dengan sosialisasi kepada para pemangku kepentingan. Langkah lain yang perlu diambil adalah revisi Permendikbud Ristek 44/2024. Revisi ini dapat memuat ketentuan yang lebih jelas soal hak dosen ASN atas tukin, diiringi dengan kebijakan pengelolaan perguruan tinggi yang otonom dan akuntabel,” jelas Filep.

Halaman
12
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini