TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA--Disamping memberikan pehatian khusus kepada pengungsi etnis Rohingya, Presiden Joko Widodo juga tidak boleh melupakan pengungsi dalam negeri atau Internally Displaced Person's (IDP's) yang dialami sebagian masyarakat Indonesia.
Bandung Lawyers Club Indonesia (BLC Indonesia) mencatat terdapat pengungsi di dalam negeri di beberapa tempat di tanah air.
Termasuk di dalamnya warga desa yang terusir dari kampung halamannya dipimpin oleh Ustadz Tajul Muluk dari Sampang - Madura yang sudah hampir 5 tahun berada di penampungan Rumah Susun Pasar Induk Puspo Agro Sidoarjo.
Mereka diungsikan ke rumah susun pada tanggal 5 Juni 2013 karena terusir dari kampung halamannya, mengalami kekerasan karena dianggap menganut aliran sesat.
Baca: Dua Versi Sosok Pegawai BNN Cantik, Keluarga Sebut Pintar Menyanyi, Kakak Ipar Bilang Matre
Demikian disampaikan Presiden BLC Indonesia, Liona Nanang Supriatna, dalam keterangannya kepada Tribunnews.com, Kamis (7/9/2017).
Dijelaskan pengungsi Dalam Negeri adalah orang-orang atau sekelompok orang yang dipaksa atau diharuskan meninggalkan rumah atau tempat tinggal mereka terutama sebagai akibat atau disebabkan konflik bersenjata, dalam situasi terjadi pelanggaran, pelanggaran hak asasi manusia atau peristiwa alam atau karena perbuatan manusia dan tidak menyeberang perbatasan negara yang diakui secara internasional.
BLC Indonesia pun mengutip hasil kajian akademis tentang konflik Masyarakat di Sampang - Madura oleh Universitas Trunojoyo Madura (UTM), dianggap konflik tersebut sebagai rekayasa dengan latar belakang kepentingan eksplorasi Migas.
Baca: Perilaku AM Keterlaluan, Ajak Anak Pertama Indria Kameswari ke Bar Saat Malam Idul Adha
Selanjutnya kajian akademis UTM, yang dipimpin Dr. Sutikno mengemukakan, sebelum konflik antar masyarakat terjadi, road map pengeboran sudah disiapkan.
Salah satu lokasi yang akan dibor adalah milik Sunandar, warga Sampang, Madura.
Masalah muncul, ketika Sunandar menolak menjual lahannya, sementara itu penanaman pipa gas sepanjang 2-3 km harus melewati dusun masyarakat yang menolaknya yakni Dusun Nangkernang.
Disinilah, menurutnya, awal tragedi masyarakat Sampang, karena mengalami ancaman, kekerasan, penganiyaan hingga menjadi pengungsi dalam negeri.
Mereka hidup dalam kondisi yang memprihatinkan tidak melunturkan para pengungsi kurang lebih 140 KK untuk bertahan sampai dipulangkan ke kampung halamannya.