TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Poligami memang masih menjadi kontroversi di Indonesia sehingga ketika aplikasi dan situs biro jodoh AyoPoligami diluncurkan pada awal tahun, langsung menjadi pusat perhatian publik.
Diluncurkan pada 12 April, aplikasi tinder ala syariah yang bisa diunduh melalui gawai dengan sistem android ini menjadi ajang untuk mempertemukan pengguna lelaki dan perempuan yang tertarik membuat 'keluarga besar,' baik lajang maupun yang sudah menikah.
Sejak pertama diluncurkan hingga 9 September, aplikasi ini sudah diunduh 37.000 kali dan memiliki anggota sebanyak 50.000.
Namun ternyata aplikasi ini banyak disalahgunakan oleh anggotanya sendiri. Seiring meningkatnya popularitas aplikasi ini, jumlah akun palsu pun semakin bertambah. Demikian juga dengan banyaknya obrolan seks di platform tersebut.
Baca: Kata Ayu Ting Ting Soal Poligami
Akhirnya, pendiri AyoPoligami Lindu Cipta Pranayama memutuskan untuk menghentikan sementara untuk menyortir akun-akun palsu di aplikasi tersebut dan berencana untuk meluncurkan kembali pada 5 Oktober. Nantinya, aplikasi ini akan lebih memperketat penyaringan anggota. Dengan begitu, hanya orang-orang yang benar-benar serius yang dapat mengakses situs dan aplikasi ayopoligami.
"Kemarin ada masalah, semua orang bisa log in, register pakai email secara asal-asalan. Kita kan bikin wadah, tapi disalahgunakan oleh orang banyak. Ini bukan kesalahan kita, tapi kita harus melindungi member yang bener-bener cari jodoh, bukan asal register tiba-tiba chat nakal," ujar Lindu kepada BBC Indonesia, Selasa (12/09).
Lindu sendiri mengaku mendapat apa yang disebutnya berkah dari aplikasi yang dibuatnya. Ia yang sebelumnya kesulitan mendapat jodoh akhirnya menikah dengan salah satu anggota AyoPoligami, Wulandari Septi Amanah dan menjadi pasangan pertama yang berhasil dijodohkan melalui aplikasi tersebut.
Diilhami pengalaman pribadi
Lindu menceritakan alasannya membuat aplikasi ini karena diilhami oleh pengalaman pribadi. Ia mengaku sudah berkali-kali mencoba situs jodoh online dan aplikasi biro jodoh, baik lokal maupun aplikasi internasional, namun tidak kunjung mendapatkan sasarannya.
Lantaran bekerja di bidang teknologi informasi, lalu muncul ide untuk membuat aplikasi biro jodohnya sendiri.
Untuk membedakan dengan aplikasi biro jodoh yang lain, ia memutuskan untuk memasukkan pilihan bagi pria-pria yang sudah memiliki istri untuk berpoligami.
"Pas Tahun 2017 kita lihat nih kalau kita head-to-head sama yang lain kita bakal kalah nama, kalah pamor dan kalah udah nikah. Terus pas saya lihat berita-berita yang saat ini (ramai) kan masalah poligami nih. Dari situ kita berpikir bagaimana kita nambahin pilihan bagaimana pria beristri menikah lagi," jelasnya.
Tentu saja keberadaan aplikasi semakin menambah kontroversi soal poligami. Muncul reaksi bermacam-macam dari media sosial.
Bahkan, beberapa penasaran dan menyoba menggunakan aplikasi ini.
Poligami menjadi lebih mudah
Pegiat hak-hak wanita yang juga pendiri Jakarta Feminist Discussion Group, Kate Walton mengatakan pada prinsipnya, aplikasi biro jodoh semacam ini tidak masalah, asal semua pihak -terutama istri- menyetujui dan memberi izin.
Namun realitasnya, banyak suami yang tidak meminta izin ketika mencari istri baru, bahkan ada yang sudah menikah lagi dengan istri baru melalui nikah siri.
"Ini pelanggaran hak perempuan, dan sangat mungkin merugikan pihak istri karena tidak mementingkan kebutuhan dan keinginan istri serta bisa menyebabkan penelantaran. Poligami hanya boleh dilakukan jika suami akan adil kepada semua istrinya, dan ini sesuatu yang sangat sulit untuk dicapai," kata dia.
Di sisi lain, sulit sekali bagi istri untuk memberikan suaminya izin untuk berpoligami, karena pasti tekanan dari suami maupun dari komunitas berat sekali.
Banyak yang akan merasa itu sesuatu yang layak ataupun wajib dijalankan. Sementara, penduduk Indonesia mayoritas muslim dimana sebagian besar muslim menilai poligami diperbolehkan oleh agama.
"Apalagi di komunitas yang lebih fundamentalis. Dan kebetulan komunitas ini makin banyak sekarang," imbuhnya.
Kate mengakui poligami tetap bisa terjadi tanpa adanya AyoPoligami. Tapi, aplikasi ini membuat poligami menjadi lebih mudah untuk dijalankan.
"Menurut saya ini memang layak digali karena sepertinya pembuat aplikasinya mengutamakan keuntungan dia sendiri dan tidak peduli tentang apa yang terjadi oleh karena AyoPoligami. Jika istri terlantar karena suami menikah lagi setelah bertemu istri baru via AyoPoligami, apakah pembuat app akan bertanggungjawab?" cecar Kate.
Diakui Lindu, meskipun menuai kontroversi, ia tetap melaju dengan konsep biro jodoh untuk pria beristri dengan dalih tidak bertentangan dengan ajaran agamanya.
Bahkan sebelumnya, sempat muncul ide untuk membuat biro jodoh khusus untuk sesama lelaki atau pria yang ingin mencari jodoh wanita yang lebih muda.
"Tapi pas saya lihat ini bertentangan dengan susila di Indonesia. Terus kita cari saja yang agak-agak kontroversi, tapi oleh agama dibolehkan. Kan poligami diperbolehkan oleh agama," jelas pria berusia 34 tahun ini.
Toh, dengan atau tanpa aplikasi ini, lanjutnya, poligami akan tetap menjadi kontroversi di Indonesia.
Persyaratan anggota diperketat
Untuk mengantisipasi banyaknya akun palsu dan chat nakal, Lindu membuat persyaratan yang lebih ketat untuk calon anggotanya.
Bagi mereka yang masih melajang, mereka diwajibkan untuk menyertakan kartu tanda penduduk (KTP)-nya. Sementara untuk yang duda, mereka harus menyertakan KTP dan surat cerai.
Untuk mereka yang masih memiliki istri dan ingin poligami, persyaratannya lebih ruwet lagi, yaitu menyertakan KTP, surat izin RT/RW dan tanda tangan istri.
"Dan kita menambahkan pilihan untuk wanita yang mencarikan istri untuk suaminya. Jadi ada KTP istri, surat izin dari istri dan KTP suami untuk wanita yang mencarikan istri untuk suaminya. Itu ternyata ada yang mau,"