TRIBUNNEWS.COM - Anggota Komisi III DPR Sufmi Dasco Ahmad menyayangkan KPK tidak melakukan cekal terhadap tersangka korupsi heli AW 101 berinisial IKS.
"Setiap tersangka harus mendapatkan perlakuan yang sama baik untuk perkaranya, apalagi nilai korupsi yang dilakukannya sama-sama besar," kata Dasco di Jakarta belum lama ini.
Ia mencontohkan, Ketua Umum Perindo, Hary Tanoesoedibjo yang dicekal karena kasus SMS.
Untuk kasus korupsi yang nilainya lebih besar dari kasus SMS juga harus dicekal.
Dasco menilai, ada tersangka kasus korupsi yang tidak dicekal karena KPK konsentrasi menangani kasus korupsi yang dinilainya seksi dan menarik perhatian publik.
"Masukan saya jangan tebang pilih saja. Kalau yang lain dicekal maka yang ini juga harus dicekal. Jangan sampai nanti publik menilai kenapa kasus yang itu kok begini, yang itu kok begitu," jelasnya.
Baca: Sudah Enam Orang jadi Tersangka Kasus Korupsi E KTP
Wakil Ketua KPK Saut Situmorang enggan berkomentar banyak terkait adanya tersangka dugaan korupsi pembelian helikopter AW 101 yang tidak dicekal.
Alasannya, ia akan mengupdate perkembangan kasus tersebut.
"Saya harus update dulu perkembangannya sudah sejauh apa," ujarnya.
Informasi yang didapat tersangka IKS yang tidak dicekal tersebut membuatnya kerap bepergian ke luar negeri.
Terakhir tersangka IKS bepergian ke New York Amerika Serikat untuk menghadiri acara ulang tahun anaknya.
Tidak itu saja, tersangka juga tetap bisa menjalankan bisnisnya walaupun rekeningnya sudah diblokir KPK.
Baca: Saking Banyaknya, Uang Suap Dirjen Hubla Berceceran di Kamar Mandi dan Tempat Tidur, KPK Kewalahan
Seperti diketahui, TNI dan KPK berhasil membongkar dugaan korupsi pada pembelian helikopter AW-101 oleh TNI AU.
Matra udara itu membelinya lewat PT Diratama Jaya Mandiri. PT Diratama Jaya Mandiri diduga telah melakukan kontrak langsung dengan produsen heli AW-101 senilai Rp514 miliar.
Namun, pada Februari 2016, saat PT Diratama Jaya Mandiri meneken kontrak dengan TNI AU, menaikan nilai kontraknya menjadi Rp738 miliar.
Saat ini sudah ada lima tersangka, empat dari unsur militer dan satu merupakan sipil, seorang pengusaha.